Nikmatnya Memperkosa Memek Ibu Kos

Wawan, seorang bujangan berumur 28 tahun yang saat ini sedang kebingungan. Pasalnya, panggilan pekerjaan dari sebuah perusahaan dimana dia melamar begitu mendadak. Dia bingung bagaimana harus mencari tempat tinggal secepat ini. Perusahaan dimana dia melamar terletak di luar kota, jangka waktu panggilan itu selama empat hari, dimana dia harus melakukan tes wawancara. Akhirnya dia memaksa berangkat besoknya, dengan tujuan penginapanlah dimana dia harus tinggal.

Dengan bekal yang cukup malah berlebih mungkin, sampailah dia di penginapan dimana perusahaan yang dia lamar terletak di kota itu juga. Sudah 2 hari ini dia tinggal di penginapan itu, selama ini dia sudah mepersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan guna kelancaran dalam tes wawancara nanti. Sampai pada akhirnya, dia membaca di surat kabar, bahwa disitu tertulis menerima kos-kosan atau tempat tinggal yang permanen. Kemudian dengan bergegas dia mendatangi alamat tersebut. Sampai pada akhirnya, sampailah dia di depan pintu rumah yang dimaksud itu. Perlahan Wawan mengetuk pintu, tidak lama kemudian terdengar suara kunci terbuka diikuti dengan seorang wanita tua yang muncul. “Iya, ada perlu apa, Pak..?” “Oh, begini.., tadi saya membaca surat kabar, disitu tertulis bahwa di rumah ini menyediakan kamar untuk tempat tinggal.” sahut Wawan seketika. “Oh, ya, memang benar, silakan masuk Pak, biar saya memanggil nyonya dulu,” wanita tua itu mempersilakan Wawan masuk. “Hm.., baik, terima kasih.” Sejenak kemudian Wawan sudah duduk di kursi ruang tamu. Terlihat sekali keadaan ruang tamu yang sejuk dan asri. Wawan memperhatikan sambil melamun. Tiba-tiba Wawan dikejutkan oleh suara wanita yang masuk ke ruang tamu. “Selamat siang, ada yang perlu saya bantu..?” Terhenyak Wawan dibuatnya, di depan dia sekarang berdiri seorang wanita yang boleh dikatakan belum terlalu tua, umurnya sekitar 40 tahunan, cantik, anggun dan berwibawa. “Oh.., eh.. selamat siang,” Wawan tergagap kemudian dia melanjutkan, “Begini Bu…” “Panggil saya Bu Mira..,” tukas wanita itu menyahut. “Hm.., o ya, Bu Mira, tadi saya membaca surat kabar yang tertulis bahwa disini ada kamar untuk disewakan.” “Oh, ya. Hm.., siapa nama anda..?” “Wawan Bu,” sahut Wawan seketika. “Memang benar disini ada kamar disewakan, perlu diketahui oleh Nak Wawan bahwa di rumah ini hanya ada tiga orang, yaitu, saya, anak saya yang masih SMA dan pembantu wanita yang tadi bicara sama Nak Wawan, kami memang menyediakan satu kamar kosong untuk disewakan, selain agar kamar itu tidak kotor juga rumah ini biar tambah ramai penghuninya.” dengan singkat Bu Mira menjelaskan semuanya. “Hm, suami Ibu..?” tanya Wawan singkat. “Oh ya, saya dan suami saya sudah bercerai satu tahun yang lalu,” jawab Bu Mira singkat. “Ooo, begitu ya, untuk masalah biayanya, berapa sewanya..?” tanya Wawan kemudian. “Hm, begini, Nak Wawan mau mengambil berapa bulan, biaya sewa sebulannya tujuh puluh ribu rupiah,” jawab Bu Mira menerangkan. “Baiklah Bu Mira, saya akan mengambil sewa untuk enam bulan,” kata Wawan. “Oke, tunggu sebentar, Ibu akan mengambil kuitansinya.” Akhirnya setelah mengemasi barang-barang di penginapan, tinggallah Wawan disitu dengan Bu Mira, Ida anak Bu Mira dan Bik Sumi pembantu Bu Mira. Sudah satu bulan ini Wawan tinggal sambil menunggu panggilan selanjutnya. Dan sudah satu bulan ini pula Wawan punya keinginan yang aneh terhadap Bu Mira. Wanita yang anggun, cantik dan berwibawa yang cukup lama hidup sendirian. Wawan tidak dapat membayangkan bagaimana mungkin wanita yang masih kelihatan muda dari segi fisiknya itu dapat betah hidup sendirian. Bagaimana Bu Mira menyalurkan hasrat seksualnya. Ingin sekali Wawan bercinta dengan Bu Mira. Apalagi sering Wawan melihat Bu Mira memakai daster tipis yang menampilkan lekuk-lekuk tubuh Bu Mira yang masih kelihatan kencang dan indah. Ingin sekali Wawan menyentuhnya. “Aku harus bisa mendapatkannya..!” gumam Wawan suatu saat. “Saya harus mencari cara,” gumamnya lagi. Sampai pada suatu saat kemudian, yaitu pada saat malam Minggu, rumah kelihatan sepi, maklum saja, Ida anak Bu Mira tidur di tempat neneknya, Bik Sumi balik ke kampung selama dua hari, katanya ada anaknya yang sakit. Tinggallah Wawan dan Bu Mira sendirian di rumah. Tapi Wawan sudah mempersiapkan cara bagaimana melampiaskan hasratnya terhadap Bu Mira. Lama Wawan di kamar, jam menunjukkan pukul delapan malam, dia melihat Bu Mira menonton TV di ruang tengah sendirian. Akhirnya setelah mantap, Wawan pun keluar dari kamarnya menuju ke ruang tengah. “Selamat malam, Bu, boleh saya temani..?” sejenak Wawan berbasa-basi. “Oh, silakan Nak Wawan..,” mempersilakan Bu Mira kepada Wawan. “Ngomong-ngomong, tidak keluar nih Nak Wawan, malam Minggu loh, masa di rumah terus, apa tidak bosan..?” tanya Bu Mira kemudian. “Ah, nggak Bu, lagian keluar kemana, biasanya juga malam Minggu di rumah saja,” jawab Wawan sekenanya. Lama mereka berdua terdiam sambil menikmati acara TV. “Oh, ya, Bu, boleh saya buatkan minum..?” tanya Wawan tiba-tiba. “Lho, tidak usah Nak Wawan, kok repot-repot..,” “Ah, nggak apa-apa, sekali-kali saya yang buatkan minuman untuk Ibu, masak Ibu dan Bik Sumi saja yang selalu membuatkan minuman untuk saya.” “Hm.., boleh kalau begitu, Ibu ingin minum teh saja,” kata Bu Mira sambil tersenyum. “Baiklah Bu, kalau begitu tunggu sebentar.” segera Wawan bergegas ke dapur. Tidak lama kemudian Wawan sudah kembali sambil membawa nampan berisi dua teh dan sedikit makanan kecil di piring. “Silakan Bu, diminum, mumpung masih hangat..!” “Terima kasih, Nak Wawan.” Akhirnya setelah sekian lama terdiam lagi, terlihat Bu Mira sudah mulai mengantuk, tidak lama kemudian Bu Mira sudah tertidur di kursi dengan keadaan memakai daster tipis yang menampilkan lekuk-lekuk tubuh dan payudaranya yang indah. Tersenyum Wawan melihatnya. “Akhirnya aku berhasil, ternyata obat tidur yang kubeli di apotik siang tadi benar-benar manjur, obat ini akan bekerja untuk beberapa saat kemudian,” gumam Wawan penuh kemenangan. “Beruntung sekali tadi Bu Mira mau kubuatkan teh, sehingga obat tidur itu dapat kucampur dengan teh yang diminum Bu Mira,” gumamnya sekali lagi. Sejenak Wawan memperhatikan Bu Mira, tubuh yang pasrah yang siap dipermainkan oleh lelaki manapun. Timbul gejolak kelelakian Wawan yang normal tatkala melihat tubuh indah yang tergolek lemah itu. Diremas-remasnya dengan lembut payudara yang montok itu bergantian kanan kiri sambil tangan yang satunya bergerilnya menyentuh paha sampai ke ujung paha. Terdengar desahan perlahan dari mulut Bu Mira, spontan Wawan menarik kedua tangannya. “Mengapa harus gugup, Bu Mira sudah terpengaruh obat tidur itu sampai beberapa saat nanti,” gumam Wawan dalam hati. Akhirnya tanpa pikir panjang lagi, Wawan kemudian membopong tubuh Bu Mira memasuki kamar Wawan sendiri. Digeletakkan dengan perlahan tubuh yang indah di atas tempat tidur, sesaat kemudian Wawan sudah mengunci kamar, lalu mengeluarkan tali yang memang sengaja dia simpan siang tadi di laci mejanya. Tidak lama kemudian Wawan sudah mengikat kedua tangan Bu Mira di atas tempat tidur. Melihat keadaan tubuh Bu Mira yang telentang itu, tidak sabar Wawan untuk melampiaskan hasratnya terhadap Bu Mira. “Malam ini aku akan menikmati tubuhmu yang indah itu Bu Mira,” kata Wawan dalam hati. Satu-persatu Wawan melepaskan apa saja yang dipakai oleh Bu Mira. Perlahan-lahan, mulai dari daster, BH, kemudian celana dalam, sampai akhirnya setelah semua terlepas, Wawan menyingkirkannya ke lantai. Terlihat sekali sekarang Bu Mira sudah dalam keadaan polos, telanjang bulat tanpa sehelai benang pun yang menutupi tubuhnya. Diamati oleh Wawan mulai dari wajah yang cantik, payudara yang montok menyembul indah, perut yang ramping, dan terakhir paha yang mulus dan putih dengan gundukan daging di pangkal paha yang tertutup oleh rimbunnya rambut. Sesaat kemudian Wawan sudah menciumi tubuh Bu Mira mulai dari kaki, pelan-pelan naik ke paha, kemudian berlanjut ke perut dan terakhir ciuman Wawan mendarat di payudara Bu Mira. Sesekali terdengar desahan kecil dari mulut Bu Mira, tapi Wawan tidak memperdulikannya. Diciumi dan diremas-remas kedua payudara yang indah itu dengan mulut dan kedua tangan Wawan. Puting merah jambu yang menonjol indah itu juga tidak lepas dari serangan-serangan Wawan. Dikulum-kulum kedua puting itu dengan mulutnya dengan perasaan dan gairah birahi yang sudah memuncak. Setelah puas Wawan melakukan itu semua, perlahan-lahan dia bangkit dari tempat tidur. Satu-persatu Wawan melepas pakaian yang melekat di badannya, akhirnya keadaan Wawan sudah tidak beda dengan keadaan Bu Mira, telanjang bulat, polos, tanpa ada sehelai benang pun yang menutupi tubuhnya. Terlihat kemaluan Wawan yang sudah mengencang hebat siap dihunjamkan ke dalam vagina Bu Mira. Tersenyum Wawan melihat rudalnya yang panjang dan besar, bangga sekali dia mempunyai rudal dengan bentuk begitu. Perlahan-lahan Wawan kembali naik ke tempat tidur dengan posisi telungkup menindih tubuh Bu Mira yang telanjang itu, kemudian dia memegang rudalnya dan pelan-pelan memasukkannya ke dalam vagina Bu Mira. Wawan merasakan vagina yang masih rapat karena sudah setahun tidak pernah tersentuh oleh laki-laki. Akhirnya setelah sekian lama, rudal Wawan sudah masuk semuanya ke dalam vagina Bu Mira. Ketika Wawan menghunjamkan rudalnya ke dalam vagina Bu Mira sampai masuk semua, terdengar rintihan kecil Bu Mira, “Ah.., ah.., ah..!” Tapi Wawan tidak menghiraukannya, dia lalu menggerakkan kedua pantatnya maju munjur dengan teratur, pelan-pelan tapi pasti. “Slep.., slep.., slep..,” terdengar setiap kali ketika Wawan melakukan aktivitasnya itu, diikuti dengan bunyi tempat tidur yang berderit-derit. “Uh.., oh.., uh.., oh..,” sesekali Wawan mengeluh kecil, sambil tangannya terus meremas-remas kedua payudara Bu Mira yang montok itu. Lama Wawan melakukan aktivitasnya itu, dirasakannya betapa masih kencangnya dan rapatnya vagina Bu Mira. Akhirnya Wawan merasakan tubuhnya mengejang hebat, merapatkan rudalnya semakin dalam ke vagina Bu Mira. “Ser.., ser.., ser..,” Wawan merasakan cairan yang keluar dari ujung kemaluannya mengalir ke dalam vagina Bu Mira. “Oh.. ah.. oh.. Bu Mira.., oh..!” terdengar keluhan panjang dari mulut Wawan. Setelah itu Wawan merasakan tubuhnya yang lelah sekali, kemudian dia membaringkan tubuhnya di samping tubuh Bu Mira dengan posisi memeluk tubuh Bu Mira yang telah dinikmatinya itu. Lama Wawan dalam posisi itu sampai pada akhirnya dia dikejutkan oleh gerakan tubuh Bu Mira yang sudah mulai siuman. Secara reflek, Wawan bangkit dari tempat tidurnya menuju ke arah saklar lampu dan mematikannya. Tertegun Wawan berdiri di samping tempat tidur dalam kamar yang sudah dalam keadaan gelap gulita itu. Sesaat kemudian terdengar suara Bu Mira. “Oh, dimana aku, mengapa gelap sekali..?” Sebentar kemudian suasana menjadi hening. “Dan, mengapa tanganku diikat, dan, oh.., tubuhku juga telanjang, kemana pakaianku, apa yang terjadi..?” terdengar suara Bu Mira pelan dan serak. Suasana hening agak lama. Wawan tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Dia diam saja. Terdengar lagi suara Bu Mira mengeluh, “Oh.., tolonglah aku..! Apa yang terjadi padaku, mengapa aku bisa dalam keadaan begini, siapa yang melakukan ini terhadapku..?” keluh Bu Mira. Akhirnya timbul kejantanan dalam diri Wawan, bagaimanapun setelah apa yang dia lakukan terhadap Bu Mira, Wawan harus berterus terang mengatakannya semuanya. “Ini saya..,” gumam Wawan lirih. “Siapa, kamukah Yodi..? Mengapa kamu kembali lagi padaku..?” sahut Bu Mira agak keras. “Bukan, ini saya Bu.., Wawan..,” Wawan berterus terang. “Wawan..!” kaget Bu Mira mendengarnya. “Apa yang kamu lakukan pada Ibu, Wawan..? Bicaralah..! Mengapa Ibu kamu perlakukan seperti ini..?” tanya Bu Mira kemudian. Kemudian Wawan bercerita mulai dari awal sampai akhir, bagaimana mula-mula dia tertarik pada Bu Mira, sampai pada keheranannya bagaimana juga Bu Mira dapat hidup sendiri selama setahun tanpa ada laki-laki yang dapat memuaskan hasrat birahi Bu Mira. Juga tidak lupa Wawan menceritakan semua yang dia lakukan terhadap Bu Mira selama Bu Mira tidak sadar karena pengaruh obat tidur. Tertegun Bu Mira mendengar semua perkataan Wawan. Lama mereka terdiam, tapi terdengar Bu Mira bicara lagi. “Wawan.., Wawan.., Ibu memang menginginkan laki-laki yang bisa memuaskan hasrat birahi Ibu, tapi bukan begini caranya, mengapa kamu tidak berterus-terang pada Ibu sejak dulu, kalaupun kamu berterus terang meminta kepada Ibu, pasti Ibu akan memberikannya kepadamu, karena Ibu juga merasakan bagaimana tidak enaknya hidup sendiri tanpa laki-laki.” “Terus terang saya malu Bu, saya malu kalau Ibu menolak saya.” “Tapi setidaknya kan, berterus terang itu lebih sopan dan terhormat daripada harus memperlakukan Ibu seperti ini.” “Saya tahu Bu, saya salah, saya siap menerima sanksi apapun, saya siap diusir dari rumah ini atau apa saja.” “Oh, tidak Wawan, bagaimanapun kamu telah melakukannya semua terhadap Ibu. Sekarang Ibu tidak lagi terpengaruh oleh obat tidur itu lagi, Ibu ingin kamu melakukannya lagi terhadap Ibu apa yang kamu perbuat tadi, Ibu juga menginginkannya Wawan tidak hanya kamu saja.” “Benar Bu..?” tanya Wawan kaget. “Benar Wawan, sekarang nyalakanlah lampunya, biar Ibu bisa melihatmu seutuhnya,” pinta Bu Mira kemudian. Tanpa pikir panjang lagi, Wawan segera menyalakan lampu yang sejak tadi padam. Sekarang terlihatlah kedua tubuh mereka yang sama-sama polos, dan telanjang bulat dengan posisi Bu Mira terikat tangannya. “Oh Wawan, tubuhmu begitu atletis. Kemarilah, nikmatilah tubuh Ibu, Ibu menginginkannya Wawan..! Ibu ingin kamu memuaskan hasrat birahi Ibu yang selama ini Ibu pendam, Ibu ingin malam ini Ibu benar-benar terpuaskan.” Perlahan Wawan mendekati Bu Mira, diperhatikan wajah yang tambah cantik itu karena memang kondisi Bu Mira yang sudah tersadar, beda dengan tadi ketika Bu Mira masih tidak sadarkan diri. Diusap-usapnya dengan lembut tubuh Bu Mira yang polos dan indah itu, mulai dari paha, perut, sampai payudara. Terdengar suara Bu Mira menggelinjang keenakan. “Terus.., Wawan.., ah.. terus..!” terlihat tubuh Bu Mira bergerak-gerak dengan lembut mengikuti sentuhan tangan Wawan. “Tapi, Wawan, Ibu tidak ingin dalam keadaan begini, Ibu ingin kamu melepas tali pengikat tangan Ibu, biar Ibu bisa menyentuh tubuhmu juga..!” pinta Ibu Mira memelas. “Baiklah Bu.” Sedetik kemudian Wawan sudah melepaskan ikatan tali di tangan Bu Mira. Setelah itu Wawan duduk di pinggir tempat tidur sambil kedua tangannya terus mengusap-usap dan meremas-remas perut dan payudara Bu Mira. “Nah, begini kan enak..,” kata Bu Mira. Sesaat kemudian ganti tangan Bu Mira yang meremas-remas dan menarik maju mundur kemaluan Wawan, tidak lama kemudian kemaluan Wawan yang diremas-remas oleh Bu Mira mulai mengencang dan mengeras. Benar-benar hebat si Wawan ini, dimana tadi kemaluannya sudah terpakai sekarang mengeras lagi. Benar-benar hyper dia. “Oh.., Wawan, kemaluanmu begitu keras dan kencang, begitu panjang dan besar, ingin Ibu memasukkannya ke dalam vagina Ibu.” kata Bu Mira lirih sambil terus mempermainkan kemaluan Wawan yang sudah membesar itu. Diperlakukan sedemikian rupa, Wawan hanya dapat mendesah-desah menahan keenakan. “Bu Mira, oh Bu Mira, terus Bu Mira..!” pinta Wawan memelas. Semakin hebat permainan seks yang mereka lakukan berdua, semakin hot, terdengar desahan-desahan dan rintihan-rintihan kecil yang keluar dari mulut mereka berdua. “Oh Wawan, naiklah ke atas tempat tidur, naiklah ke atas tubuhku, luapkan hasratmu, puaskan diriku, berikanlah kenikmatanmu pada Ibu..! Ibu sudah tak tahan lagi, ibu sudah tak sabar lagi..” desis Bu Mira memelas dan memohon. Sesaat kemudian Wawan sudah naik ke atas tempat tidur, langsung menindih tubuh Bu Mira yang telanjang itu, sambil terus menciumi dan meremas-remas payudara Bu Mira yang indah itu. “Oh, ah, oh, ah.., Wawan oh..!” tidak ada kata yang lain yang dapat diucapkan Bu Mira yang selain merintih dan mendesah-desah, begitu juga dengan Wawan yang hanya dapat mendesis dan mendesah, sambil menggosok-gosokkan kemaluannya di atas permukaan vagina Bu Mira. Reflek Bu Mira memeluk erat-erat tubuh Wawan sambil sesekali mengusap-usap punggung Wawan. Sampai suatu ketika, tangan Bu Mira memegang kemaluan Wawan dan memasukkannya ke dalam vaginanya. Pelan dan pasti Wawan mulai memasukkan kemaluannya ke dalam vagina Bu Mira, sambil kedua kakinya bergerak menggeser kedua kaki Bu Mira agar merenggang dan tidak merapat, lalu menjepit kedua kaki Bu Mira dengan kedua kakinya untuk terus telentang. Akhirnya setelah sekian lama berusaha, karena memang tadi Wawan sudah memasukkan kemaluannya ke dalam vagina Bu Mira, sekarang agak gampang Wawan menembusnya, Wawan sudah berhasil memasukkan seluruh batang kemaluannya ke dalam vagina Bu Mira. Kemudian dengan reflek Wawan menggerakkan kedua pantatnya maju mundur teru-menerus sambil menghunjamkan kemaluannya ke dalam vagina Bu Mira. “Slep.., slep.., slep..,” terdengar ketika Wawan melakukan aktivitasnya itu. Terlihat tubuh Bu Mira bergerak menggelinjang keenakan sambil terus menggoyang-goyangkan pantatnya mengikuti irama gerakan pantat Wawan. “Ah.., ah.., oh.. Wawan.., jangan lepaskan, teruskan, teruskan, jangan berhenti Wawan, oh.., oh..!” terdengar rintihan dan desahan nafas Bu Mira yang keenakan. Lama Wawan melakukan aktivirasnya itu, menarik dan memasukkan kemaluannya terus-menerus ke dalam vagina Bu Mira. Sambil mulutnya terus menciumi dan mengulum kedua puting payudara Bu Mira. “Oh.., ah.. Bu Mira, oh.., kamu memang cantik Bu Mira, akan kulakukan apa saja untuk bisa memuaskan hasrat birahimu, ih.., oh..!” desis Wawan keenakan. “Oh.., Wawan.., bahagiakanlah Ibu malam ini dan seterusnya, oh Wawan.., Ibu sudah tak tahan lagi, oh.., ah..!” Semakin cepat gerakan Wawan menarik dan memasukkan kemaluannya ke dalam vagina Bu Mira, semakin hebat pula goyangan pantat Bu Mira mengikuti irama permainan Wawan, sambil tubuhnya terus menggelinjang bergerak-gerak tidak beraturan. Semakin panas permainan seks mereka berdua, sampai akhirnya Bu Mira merintih, “Oh.., ah.., Wawan.., Ibu sudah tak tahan lagi, Ibu sudah tak kuat lagi, Ibu mau keluar, oh Wawan.., kamu memang perkasa..!” “Keluarkan Bu..! Keluarkanlah..! Puaskan diri Ibu..! Puaskan hasrat Ibu sampai ke puncaknya..!” desis Wawan menimpali. “Mari kita keluarkan bersama-sama Bu Mira..! Oh, aku juga sudah tak tahan lagi,” desis Wawan kemudian. Setelah berkata begitu, Wawan menambah genjotannya terhadap Bu Mira, terus-menerus tanpa henti, semakin cepat, semakin panas, terlihat sekali kedua tubuh yang basah oleh keringat dan telanjang itu menyatu begitu serasi dengan posisi tubuh Wawan menindih tubuh Bu Mira. Sampai akhirnya Wawan merasakan tubuhnya mengejang hebat, begitu pula dengan tubuh Bu Mira. Keduanya saling merapatkan tubuhnya masing-masing lebih dalam, seakan-akan tidak ada yang memisahkannya. “Ser.., ser.., ser..!” terasa keluar cairan kenikmatan keluar dari ujung kemaluan Wawan mengalir ke dalam vagina Bu Mira, begitu nikmat seakan-akan seperti terbang ke langit ke tujuh, begitu pula dengan tubuh Bu Mira seakan-akan melayang-layang tanpa henti di udara menikmati kepuasan yang diberikan oleh Wawan. Sampai akhirnya mereka berdua berhenti karena merasa kelelahan yang amat sangat setelah bercinta begitu hebat. Sejenak kemudian, masih dengan posisi yang saling menindih, terpancar senyum kepuasan dari mulut Bu Mira. “Wawan, terima kasih atas apa yang telah kau berikan pada Ibu..,” kata Bu Mira sambil tangannya mengelus-elus rambut Wawan. “Sama-sama Bu, aku juga puas karena sudah membuat Ibu berhasil memuaskan hasrat birahi Ibu,” sahut Wawan dengan posisi menyandarkan kepalanya di atas dada Bu Mira. Suasana yang begitu mesra. “Selama disini, mulai malam ini dan seterusnya, Ibu ingin kamu selalu memberi kepuasan birahi Ibu..!” pinta Ibu Mira. “Saya berjanji Bu, saya akan selalu memberikan yang terbaik bagi Ibu..,” kata Wawan kemudian. “Ah, kamu bisa saja Wan,” tersungging senyum di bibir Bu Mira. “Tapi, ngomong-ngomong bagaimana dengan Ida dan Bik Sumi..?” tanya Wawan. “Lho, kita kan bisa mencari waktu yang tepat. Disaat Ida berangkat sekolah juga bisa, dan Bik Sumi di dapur. Di saat keduanya tidur pun kita bisa melakukannya. Pokoknya setiap saat dan setiap waktu..!” jawab Bu Mira manja sambil tangannya mengusap-usap punggung Wawan. Sejenak Wawan memandang wajah Bu Mira, sesaat kemudian keduanya sama-sama tertawa kecil. Akhirnya apa yang mereka pendam berdua terlampiaskan sudah. Sambil dengan keadaan yang masih telanjang dan posisi saling merangkul mesra, mereka akhirnya tertidur kelelahan.

Tamat

Staff Admin Untuk Rame-Rame

Ketika menyaksikan Berita TVOne dan menyaksikan pembawa berita dari biro Surabaya yang bernama Hentty Kartika, aku teringat wajah staff adminku. Wajah dan potongan rambut Hentty Kartika sama persis dengan wajah staff adminku bahkan kalau boleh dikatakan mirip dan kembar, dengan potongan tubuh yang juga kira-kira sama, mungil.

Aku mencoba menceritakan kejadian yang benar-benar aku alami. Tapi disini aku coba samarkan nama Tokoh dan tempatnya. Dan untuk menjaga kejadian yang tidak diharapkan dikemudian hari aku minta untuk tidak mencantumkan alamat email ini.

Perkenalkan aku, Danang, laki-laki, 30 tahun, bekerja disalah satu Perusahaan Pembiayaan (leasing) PT.KF, lokasi di kota T di Propinsi Jawa Tengah dan menjabat sebagai Kepala Kantor (unit). Ada tiga staff dikantorku yaitu Ari, laki-laki, 27 tahun, sebagai staff kolektor; Heri, laki-laki, 27 tahun, juga staff kolektor dan staff adminku yang merupakan satu-satunya perempuan dikantorku, Rofi, 24 tahun, lajang.

Kondisi kantorku, menghadap jalan raya, sebelum masuk halaman parkir dengan luas 6X10 meter harus melalui pintu gerbang yang tidak selelu kami buka sepenuhnya paling kami buka selebar sepeda motor bisa masuk. Bangunan kantor kami ditutup dengan rolling door dari aluminium karena dinding depan kantor kami adalah dinding kaca tebal yang dilapisi dengan lapisan kaca film gelap jadi hanya kami yang bisa menyaksikan suasana diluar tapi dari luar tidak bisa melihat kondisi didalam. Masuk keruang tamu seluas 6X4 meter terdapat ruang tunggu dengan sofa lengkap dengan bantalnya. Sekat antara ruang tamu dengan ruang kantor juga dinding kaca tebal dengan tembok setinggi kurang lebih 1,5 meter. Ruang kantor seluas 6X15 meter terdapat meja kerja kami bertiga lalu meja meeting yang terdapat ditengah ruangan kemudian ada ruang untuk istirahat agak dibagian belakang kemudian kamar mandi dan dapur yang bersebelahan dan diujung ruangan agak tersembunyi dari pandangan ada pintu yang menuju halaman atau bagian belakang kantor yang menuju jalan perkampungan dengan akses menuju warung-warung atau pasar. Biasanya jika saatnya mau makan dan istirahat kami melalui pintu tadi untuk cari makanan.

Cerita ini berawal sekitar bulan Maret 2006 diawal bulan dimana kantorku mendapat staff admin yang baru karena admin yang lama mengundurkan diri karena menikahdan ikut suaminya yang PNS pindah kekota lain.
Pagi itu datanglah admin baru kami, Rofi, dengan gambaran yang sudah aku ceritakan sebelumnya, dia sangat cantik bagi kami yang memang jarang melihat wanita cantik di kota kecil seperti kota tempat kantorku bekerja.

Satu bulan berjalan sejak Rofi datang dikantor ku suasana semakin segar dan tidak membosankan karena selalu ada canda setiap hari antara kami berempat. Dan suasana seperti itu sangat bisa mencairkan suasa tegang dan kami bisa lebih bebas dalam bercanda. Sampai gurauan kami kadang menjurus kemasalah seks.
Hari itu Rabu, seperti biasa kerjaan dikantor sepi sedangkan tagihan sedang susah karena banyak nasabah yang minta tempo pembayaran. Kami berempat seperti biasa duduk-duduk dikantor. Aku, Ari dan Heri baru selesai membuat kopi karena udara terasa dingin maklum kota kami berada didaerah pegunungan. Ari dan heri duduk dikursinya sendiri-sendiri, sedangkan Rofi sedang menyelsaikan laporan-laporan dengan komputer. Ari menyalakan rokok sedang Heri sibuk dengan ponselnya, berSMS ria. Sesekali Rofi melihat ponselnya karena ada SMS yang masuk,beberapa kali Rofi membalas SMS tadi dengan wajah agak muram dan sedikit terlihat malu.

Beberapa saat berlalu dan terjadilah kejadian yang tidak aku duga sama sekali dan aku hanya bisa terdiam menyaksikannya .
Heri langsung memeluk Rofi dari belakang. Ia menjatuhkan ciumannya ke tengkuk Rofi yang jenjang, tengkuk indah itu memang hari itu terpampang tanpa penghalang karena rambut Rofi memang dipotong pendek. Entah karena apa, Rofi hanya manut saja membiarkan dirinya diperlakukan seperti itu. Bahkan lebih dari itu!
Kini Heri dan Ari mulai melucuti pakaian Rofi satu demi satu. Mulai dari blazer, blouse kemudian celana panjang ketat putih yang dipakai Rofi kini berceceran di lantai. Kini tinggal bra dan celana dalam warna putih saja yang melekat di tubuhnya.

Heri dan Ari tertegun memandangi tubuh Rofi yang setengah telanjang itu, beberapa saat mereka membiarkan Rofi dalam keadaan seperti itu, mereka menikmati dulu pemandangan Rofi yang setengah telanjang berdiri dihadapan mereka sambil mengerjakan pekerjaan kantornya sambil sesekali tangan Heri dan Ari bergerilya diselutruh tubuh Rofi yang putih muluskadang jari-jari mereka menyelinap dibalik bra dan celana dalam Rofi sebelum kemudian Heri memerintahkan Rofi untuk membuka semua sisa penutup tubuhnya hingga tak lama kemudian Rofi telah benar-benar telanjang bulat. Rofi hanya berdiri pasrah di hadapan Heri dan Ari. Sungguh sangat cantik Rofi dalam keadaan polos seperti itu. Rofiyang memiliki wajah baby face dengan kulit yang benar-benar putih bersih, dengan payudara yang boleh dibilang tidak besar (Bra size 32C) dengan tinggi badan yang hanya sekitar 160 cm, belahan bukit kembar dengan puting susu coklat kemerahan itu menggelantung bebas dan berguncang lembut mengikuti irama nafasnya. Turun ke bawah terdapat perut yang rata dengan rambut tipis di pangkal pahanya yang tidak begitu lebat hingga samar-samar terlihat belahan bibir bawahnya yang berwarna merah muda.

Heri dan Ari kini tidak sabar lagi, buru-buru mereka melucuti pakaiannya sendiri hingga kini Heri, Ari dan Rofi sama-sama telanjang bulat. Heri dan Ari segera menghampiri Rofi yang masih berdiri dipinggir meja kerjanya sekali lagi mereka menjamah semua bagian tubuh Rofi yan kini telanjang bulat mereka bermain-main dulu dengan benda-benda pribadi milik Rofi,payudara,pantat,dan belahan daging yang terselip di paha. Heri segera membimbing Rofi ke arah meja kerjanya dan merebahkan tubuh Rofi terlentang di atas meja. heri segera berdiri di samping meja sebelah tubuh Rofi dan membenamkan wajahnya ke dalam belahan payudara Rofi. Mulutnya dengan gemas menciumi kedua pucuk puting susu Rofi bergantian. Lidahnya ikut mempermainkan kedua putingnya sambil kedua tangan Heri meremas-remas kedua bukit itu terus-menerus.

Sementara itu Ari dengan tak sabaran membuka kedua selangkangan Rofi lebar-lebar, dan menemukan belahan bibir mungil yang ada diantaranya. Dengan jari-jari tangannya ia membuka belahan bibir itu hingga menganga dan segera menjulurkan lidahnya ke dalam untuk menjilati bagian dalam dinding vaginanya. Tubuh Rofi menggelinjang dan dari mulutnya keluar suara dan desahan nafas tertahan setiap kali lidah Ari menyapu setiap permukaan dinding yang sekarang mulai basah. Dan ketika lidah Ari menemukan sebongkah daging kecil di bagian atas liang itu dan menggelitiknya, tak tertahankan lagi tubuh Rofi menggelinjang lebih hebat dan ia mengerang tertahan.

Hanya beberapa saat saja Ari membenamkan wajahnya di selangkangan Rofi dan Ari sudah merasakan bahwa vagina Rofi sudah sangat basah. Maka Ari tak membuang kesempatan, ketika Heri sedang sibuk menciumi bibir Rofi dan meremasi kedua payudaranya, Ari dengan tergesa-gesa merenggangkan kaki Rofi lebar-lebar, dan menekankan kejantanannya ke dalam liang senggama yang sudah sangat siap menerima penetrasi itu. Maka dengan mudah Ari mendorongkan miliknya sampai masuk semua ke dalam vagina Rofi disertai dengan pekik tertahan yang keluar dari mulut Rofi, tidak begitu jelas memang karena mulutnya tersumbat mulut Heri.

Dengan posisi berdiri dipinggir meja kerja Rofi kini Ari mulai menggoyang-goyangkan pinggulnya maju mundur menekan bagian bawah perut Rofi. Ia dengan leluasa memompa tubuh Rofi yang terlentang di hadapannya. Sementara kedua kaki Rofi diangkat dan diletakkan di atas pundak Ari, hingga ia bisa menekan lebih dalam lagi dengan posisi seperti ini.

Sementara Heri yang mulai merasa tidak leluasa mencumbui Rofi karena badan Rofi yang selalu berguncang-guncang mengikuti gerakan pinggul Ari, mengalah dan duduk di sofa sambil menonton adegan itu, sambil sekali-sekali tangannya mempermainkan batang penisnya sendiri yang sudah sejak tadi berdiri tegang.

Hampir sepuluh menit berlalu dari saat Ari melakukan penetrasi pertamanya ketika ia makin mempercepat dan memperkeras goyangan pantatnya hingga makin membuat Rofi mengerang tak berkesudahan, dan tiba-tiba Ari mencabut batang penisnya dari dalam vagina Rofi, tubuh Ari mengejang di atas tubuh Rofi. Ia menyemburkan air maninya diatas perut Rofi dengan derasnya. Beberapa saat kemudian setelah nafasnya mulai teratur kembali, Ari memisahkan diri dari tubuh Rofi dan berjalan ke arah kursi dan duduk di sisi Heri.

“Wah, luar biasa Rofi….!” katanya sambil menyalakan sebatang rokok.
“Giliranmu Her…” katanya sambil menoleh ke arah Heri.
Heri yang sejak tadi sudah tidak sabar, segera berdiri dan berjalan ke arah Rofi yang masih terlentang di atas meja kerjanya. Bahkan posisinya sampai sekarang belum berubah, kedua belah kakinya masih mengangkang lebar, hingga tampak terlihat jelas bibir bawahnya yang masih membengkak dan menganga.

Heri menarik tubuh Rofi dari atas meja kerjanya hingga kini Rofi terduduk di kursinya, wajahnya persis menghadap ke selangkangan Heri yang berdiri di depannya. Dengan sekali rengkuh ia menarik kepala Rofi dan mejejalkan batang penisnya ke dalam mulut Rofi. rofi sekarang melakukan oral pada Heri. Rofi terlihat jago dalam hal satu ini langsung membuat Heri merem melek keenakan. Ia sesekali mengerang, “Aahh… Jago sekali Rofi nyedotnya, kamu musti nyobain Ar!” Heri berkata sambil menoleh ke arah Ari yang sedang duduk dikursi mengumpulkan tenaga.

Rofi yang terduduk dikursinya terus memainkan bibir, mulut dan lidahnya untuk mempermainkan batang penis Heri. Caranya ia menghisap kepala penis yang makin lama makin licin dan berubah warna menjadi merah tua keunguan itu pasti tidak pernah dilupakan oleh Heri. Belum lagi kepalanya yang ikut bergerak-gerak maju mundur mensimulasikan gerakan senggama kepada batang penis yang berada di dalam mulutnya itu.

Entah sudah berapa lama Rofi mengulum penis Heri, ketika akhirnya Heri melepaskan diri dan menarik tubuh Rofi berdiri dan menariknya ke pinggir meja kerja Rofi menghadap Ari. Lalu dari belakang Heri memasukkan batang penis miliknya ke dalam vagina Rofi dengan sekali sentakan halus hingga amblas seluruhnya ke dalam. Terasa benar liang itu sangat licin dan hangat. Dan kemudian Heri mulai mengerakkan pinggulnya maju mundur sementara kedua tangannya memegang pinggul Rofi untuk membantu menggoyangkannya berlawanan dengan arah gerakan pinggul Heri yang maju mundur. Kemudian Heri mengangkat kaki kanan Rofi dan meletakkannya diatas meja dan dengan posisi anjing kencing sekarang vagina Rofi makin terbuka dan Heri semakin kencang dalam menggoyangkan pinggulnya maju mundur membombardir vagina Rofi.

Stamina Heri sungguh bagus, hampir sepuluh menit ia menggerakkan pinggulnya dengan cepat dan disertai hentakan-hentakan kasar. Rofi benar-benar mengerang-erang tak berkesudahan digagahi dengan cara seperti itu. Nikmat, geli dan kadang-kadang ngilu bercampur jadi satu. Apalagi batang kejantanan Heri termasuk besar hingga terasa sekali benda itu begitu penuh dan menguak lebar vaginanya.

Tiba-tiba Heri memisahkan diri dan menarik tubuh Rofi dan memaksanya berjongkok di hadapannya, ia kemudian menjejalkan kembali batang penisnya ke dalam mulut Rofi, hampir bersamaan dengan itu Heri memuntahkan air maninya ke dalam mulut Rofi. Air maninya menyembur dengan deras sekali dan tidak tertampung oleh mulut Rofi yang mungil hingga meluap keluar, meleleh ke dagu dan menetes ke bawah membasahi belahan payudaranya. Bisa dipastikan sebagian air mani itu pasti telah tertelan oleh Rofi, dan ketika akhirnya Heri mengeluarkan penisnya dari dalam mulut Rofi, muntahan air mani itu segera berhamburan keluar dari dalam mulut Rofi karena memang sangat banyak dan Rofi tidak sanggup menelan semuanya. Kini wajah bagian bawah Rofi berlepotan lendir lengket berwarna putih susu.

Sehabis itu, masih dalam keadaan telanjang Ari dan Heri kemudian membimbing Rofi ke dalam kamar mandi untuk memandikannya. Kedua laki-laki itu membersihkan semua lendir yang berada di selangkangan dan wajah Rofi sambil memandikannya. Namun kemudian, kedua laki-laki itu sekali lagi menggagahi Rofi di pintu kamar mandi bergantian. Sekali lagi Rofi digilir di pintu kamar mandi dalam keadaan berdiri menghadap keluar kamar mandi pertama oleh Ari, dan ketika Ari selesai mencabut batang penisnya ia langsung digantikan oleh Heri yang juga langsung memasukkan batang kejantanannya dari belakang tanpa pemanasan lagi. Baru sesudah Heri selesai, mereka benar-benar memandikan Rofi sampai bersih sebelum kemudian mereka kembali berpakaian dan kembali duduk dikursi mereka masing-masing sambil menyalakan rokok. Aku hanya terdiam menyaksikan kejadian itu dan sambil memperhatikan Rofi yang kini memunguti kembali pakaiannya, bra dan celana dalam untuk kembali dikenakan. Terlihat raut wajah lelah Rofi setelah disetubuhi Heri dan Ari. Sesaat setelah semuanya terhening Heri menceritakan siapa Rofi sebenarnya. Ternyata Rofi memang gadis yang bisa dipakai seperti itu bahkan sebelum masuk kekantorku Rofi juga sudah seperti itu. Hal itu ternyata diiyakan oleh Rofi. Dan ketika Heri dan Ari mengetahui hal itu merekapun ingin measakan tubuh Rofi dan hari itu keinginan mereka kesampaian.

Hari Sabtu, biasa kami hanya masuk sampai jam 12 siang kemudian pulang. Dan hari itu adalah hari santai karena tidak banyak pekerjaan yang kami kerjakan. Jam menunjukkan pukul 09.30, kami berempat sedang berbincang seperti biasa dikantor sambil diselingi gurauan dan tertawa. Terlihat Rofi sambil mengerjakan pekerjaannya di depan komputer.
Singkat kata, aku diajak duduk di ruang tamu oleh Ari dan Heri sementara Rofi melanjutkan pekerjaannya, pintu antara ruang tamu dengan ruang kantor sengaja dibiarkan terbuka lebar. Heri mengatakan kalau hari ini Yan Dan Ganung dari leasing AF akan datang berkunjung sekedar main. Kami bertiga pun duduk menunggu. Sekitar seperempat jam kemudian terdengar suara motor datang ternyata mereka berdua, Yan dan Ganung. Setelah mempersilahkan mereka duduk kamipun melanjutkan pembicaraan tentang kantor kami masing-masing. Tiba-tiba terdengar suara Ari yang tanpa sungkan-sungkan meminta Rofi melepas pakaiannya. Hari itu Rofi mengenakan kaos biru ketat dan celana jeans yang juga sangat menggambarkan keindahan lekuk tubuhnya yang mungil. Sesaat kemudian terlihat Rofi sudah berdiri dipintu antara ruang tamu dengan ruang kantor sambil bersandar memandang kami berlima yang duduk di sofa ruang tamu. Kemudian Heri danAri berdiri menghampiri Rofi dan mereka langsung menggerayangi sekujur tubuh Rofi yang disandarkan ke tembok. Tangan Heri dan Ari segera melucuti semua pakaian luar yang dikenakan Rofi hingga Rofi kini cuma mengenakan bra dan celana dalam mini warna biru. Yan dan Ganung cukup terkejut ketika melihat Rofi untuk pertama kalinya dalam keadaan setengah telanjang hanya mengenakan celana dalam plus bra, jelas kedua potong pakaian dalam itu menunjukkan kemontokan pantat serta payudaranya. Yan dan Ganung seperti terperangah dengan kemolekan tubuh Rofi yang mungil setengah telanjang.
Seperti telah mendapat kode dari Ari dan Heri, Yan dan Ganung segera menghampiri Rofi yang kini berdiri dalam keadaan setengah telanjang.
Sesaat kemudian Yan mulai memeluk dan menciumi Rofi dari belakang. Ganung yang berjongkok memulai mencium dari paha kemudian ke pantat, sedangkan Yan meremas-remas payudara Rofi serta menciuminya, sementara Ari dan Heri memilih duduk kembali di sofa sambil menonton kedua rekannya mengeroyok Rofi. Tidak tahan hanya melihat Rofi memakai celana dalam dan bra, Ganung mulai menarik celana dalam mini Rofi dari belakang dan perlahan-lahan menurunkannya, sehingga sekarang pantat Rofi yang montok jelas terlihat. Pada saat yang sama, Yan melepas bra Rofi hingga kedua buah payudara Rofi menggelantung bebas tanpa penghalang lagi dan segera disambut oleh Yan dengan menjilat-jilat puting susunya.

Sesaat kemudian Yan melepas semua bajunya dan kemudian mengangkat tubuh molek Rofi ke atas sofa ruang tamu. Sementara Ganung menyambut tubuh Rofi di atas sofa. Rofi terlentang di sofa dengan kaki terbuka lebar, kepalanya sekarang berada di pangkuan Ganung. Rofi merintih-rintih karena kemudian Yan menjilati dan menghisap klitorisnya. Tampaknya tubuh Rofi tidak bisa menolak kenikmatan yang diberikan Yan, tak berapa lama kemudian vagina Rofi yang sekarang sudah cukup basah dengan mudah menerima penis yan. Kaki Rofi diangkat, dilingkarkan ke tubuh Yan pada saat dia menggoyang naik turun.

Kira-kira lima menit, Yan mempercepat goyangannya dan tiba-tiba mencabut penisnya dari dalam vagina Rofi. “Tunggu dulu, aku belum mau keluar. Kamu terlalu cantik untuk dilewatkan sesaat, jadi harus dinikmati dengan waktu yang cukup lama..”

Yan kemudian mengangkat tubuh Rofi dan memposisikannya doggy style dengan perut diganjal bantal sofa ruang tamu dan pantat menghadap ke atas. Sekarang keindahan pantat Rofi benar-benar terlihat, tidak satu orang pun yang tidak terangsang melihat Rofi pada posisi tsb. Tanpa menyia-nyiakan waktu, Yan membimbing penisnya masuk ke dalam vagina Rofi yang masih basah dan tampak berwarna pink muda. Kedua tangan Yan memegang pantat Rofi, sedangkan pinggulnya bergoyang-goyang berirama. Sesekali tangan Yan mengelus-elus pantat Rofi dan sesekali meremas payudara Rofi dari belakang.

Beberapa menit kemudian, Yan kembali mempercepat goyangan pinggulnya, kemudian dia menarik kedua tangan Rofi. Jadi sekarang persis seperti naik kuda lumping, kedua tangan Rofi dipegang dari belakang sedangkan pantatnya digoyang seirama. Akhirnya Yan tidak lagi bisa mempertahankan, dia lepaskan batang penisnya dari dalam vagina milik Rofi dan memuntahkan spermanya diatas pantat Rofi Rofi disertai erangan kenikmatan. Tampak cairan putih kental berceceran diatas pantat Rofi cairan putih tsb mengalir ke paha Rofi dan menetes di atas sofa. Beberapa detik kemudian tiba-tiba badan Yan didorong oleh Ganung, “Gantian dong, sekarang giliran aku….”

Rofi dibimbing masuk ke dalam kamar mandi . Ganung dengan bersemangat membersihkan tubuh Rofi, terutama di bagian kemaluannya. Ganung yang sudah telanjang bulat dengan penis tegang, meminta Rofi untuk melakukan oral sex. Rofi menuruti saja kemauan Ganung, bahkan dia memperlakukan batang penis Ganung seperti ice cream batangan yaitu dengan menjilati bagian kepala penis dan dilanjutkan dengan ‘deep troath’. Aku sudah menceritakan bagaimana lihainya Rofi dalam permainan ini, hingga tidak usah dijelaskan lagi bagaimana nikmat yang dirasakan oleh Ganung dengan pelayanan Rofi seperti itu. Rofi kemudian disetubuhi Ganung dengan berdiri dari belakang di pintu kamar mandi. Kedua tangan Ganung meremas-remas payudara Rofi, sedangkan pinggulnya bergoyang dengan cepat. Goyangan ini bertahan selama hampir sepuluh menit, sebelum akhirnya dicabut. Pada saat bersamaan Rofi diposisikan berlutut menghadap Ganung. Sekali lagi Rofi melakukan oral sex, tapi kali ini tidak lama. Hanya dengan beberapa hisapan, penis Ganung menyemburkan isinya ke dalam mulut Rofi serta wajahnya. Rofi kembali menelan air mani, kali ini dari penis Ganung. Sama seperti tadi, sebagian air mani ini juga meluap keluar dari dalam mulut dan berlepotan di wajahnya.

Ganung kemudian meneruskan membersihkan badan Rofi dan akhirnya membimbingnya keluar kamar mandi. Ari yang rupanya telah membongkar isi tas kerja Rofi menemukan celana dalam mini warna merah dan bra merah cadangan serta blazer+blouse juga rok span warna pink yang sengaja dibawa Rofi. “Ayo sekarang kamu pakai celana dalam sama bh juga baju sama rok yang ini dan menunggu kedatangan teman-teman kita yang lain.” perintah Ari pada Rofi.

Ari, Heri, Ganung dan Yan sekarang duduk berhadapan dengan saya di ruang tamu. Mereka mengajak saya kembali ngobrol mengenai perusahaan. Aku sangat terkejut ketika melihat Rofi dari pintu yang terbuka , dalam keadaan telanjang bulat dia mengenakan pakaian yang diminta Ari. Rofi tampak begitu seksi dan merangsang dengan keadaan telanjang seperi itu.

Beberapa saat terdengar lagi suara motor yang datang. Ternyata Santo dan Hadi dari leasing F. Segera mereka duduk bergabung dengan kami sementara itu didalam ruang kantor Rofi sudah selesai berpakian. Dan sekali lagi setelah mendapat kode dari Heri dan Ari, Santo dan Hadi pun segera menghampiri Rofi yang sedang berdiri diruang kantor sehabis selesai berpakaian dan sekarang menggunakan blazer+rok span dengan warna senada yaitu pink. Memang sangat indah tubuh Rofi terbungkus pakaian kerja seperti itu karena benar-benar mencetak seluruh lekuk tubuhnya belum lagi cetakan celana dalam yang membekas di roknya yang span diatas lutut. Rofi sebelumnya pernah bertemu dengan Santo dan Hadi karena mereka berdua memang sering main ke kantorku.

Santo dan Hadi segera mendekati Rofi yang telah mengetahui kedatangan mereka. Selanjutnya Santo dan Hadi berada di samping kiri dan kanan Rofi menciumi lengan dan meremas-remas payudaranya. Masih dari celah-celah pintu, aku bisa melihat sekarang Santo dan Hadi merebahkan Rofi di meja meeting yang lebar. Santo menciumi bibir Rofi sambil meremas payudara sedangkan kepala Hadi menghilang di didalam rok dibawah selangkangan Rofi sambil kedua tangannya dari bawah meremas-remas pantat.

Heri mengajak aku masuk ke dalam ruang kantor untuk mengambil buku daftar nasabah. Saat masuk ke dalam ruang kantor, aku dapat melihat dengan jelas Santo sedang melepas bra Rofi dan Hadi sedang menarik ke celana dalam Rofi yang mini perlahan-lahan seperti ingin mendapatkan kejutan dari balik celana dalam Rofi. Setelah selesai menelanjangi Rofi, Santo langsung menghisap puting susu Rofi yang sebelah kiri. Bahkan bisa aku lihat dengan jelas, puting susu Rofi sudah ereksi menjadi bengkak dan meruncing. Tanpa rasa apa-apa aku terus saja berjalan melewati meja meeting tempat berlangsungnya adegan antara Santo, Hadi dan Rofi dan langsung membuka laci di samping kiri di mana Rofi sedang terlentang dan dikerubuti Santo dan Hadi yang juga sudah sama-sama bugil. Dari dalam laci aku mengambil sebuah buku daftar nasabah. Kemudian aku serahkan pada Heri yang menunggu di belakangku sambil melihat Rofi yang mendesah-desah dikerubuti oleh Santo dan Hadi.

Ketika aku beranjak melewati meja meeting untuk keluar dari ruang kantor, Santo menghisap-hisap serta meremas payudara Rofi, Hadi masih dengan beringas menciumi serta menyedot vagina Rofi. Rofi tampak biasa saja, bahkan seperti menikmati kejadian tersebut. Matanya tampak setengah terpejam sementara tangan kirinya meremas-remas kepala Santo yang sedang terbenam di dadanya. Sementara tangan satunya lagi berada di atas kepala Hadi. Sesekali dia merintih keenakan karena rangsangan pada klitoris dan payudaranya.

Aku dan Heri kembali duduk diruang tamu sementara di dalam ruang kantor Rofi sedang disetubuhi. Masih dengan pintu yang terbuka lebar, sehingga tampak dengan jelas bagaimana Rofi dalam posisi doggy stye sedang menghisap penis Santo sedangkan dari belakang Hadi menggoyang-goyangkan pinggulnya sambil kedua tangannya menepuk-nepuk pantat Rofi. Suara mereka pun terdengar dengan jelas.
“Ooh gila.. memek Rofi benar-benar basah dan menggigit. Belum pernah sebelumnya aku merasakan yang seenak ini. Mujur benar Danang mempunyai admin seperti ini, tapi sayangnya saat ini kita yang menikmatinya.. he.. he.. he..” desah Hadi.
“Hisapannya cukup kuat, pandai sekali Rofi nyepongnya,” balas Santo.

Selama lebih setengah jam mereka berdua secara bersama-sama menyetubuhi Rofi, berbagai macam posisi mereka coba. Mulai dari doggy style, women on top, berdiri dan ketika Santo tak bisa bertahan lagi dan menyemburkan maninya ke dalam mulut Rofi, kemudian mereka bertukar posisi. Kembali dengan doggy style, Kini Santo yang menggasak Rofi dari belakang, sementara Hadi menjejalkan penisnya ke mulut Rofi untuk dibersihkan, sampai akhirnya diakhiri dengan gaya Rofi duduk membelakangi Santo yang sesaat kemudian Hadi kembali menyemprotkan air mani ke mulut Rofi yang mungil. Santo pun juga mengalami klimaks dengan mengeluarkan isinya ke dalam mulut Rofi juga. Namun rupanya Hadi belum puas, ia menarik kepala Rofi untuk menghisap penisnya yang mulai loyo. Rofi menuruti saja permintaan Hadi tsb. Dengan wajah yang masih penuh dengan sperma, Rofi melakukan oral sex lagi beberapa saat sebelum Santo dan Hadi kemudian membimbing Rofi masuk ke dalam kamar mandi, Rofi kembali dibersihkan tubuhnya dari ceceran sperma di vagina maupun di wajahnya.

Pada saat Santo dan Hadi menyetubuhi Rofi diatas meja meeting datang lagi dua tamu sekarang Tatang dan Joko dari leasing AMFF. Tampaknya Tatang dan Joko yang juga menyaksikan aksi tsb dari ruang tamu sudah terangsang dari tadi. Buktinya setelah saling memberi isyarat dengan mata antara Santo dan Hadi, Tatang dan Joko sekarang menuju kamar mandi dan mengeringkan tubuh Rofi yang sudah bersih dan segar dengan handuk. Santo dan Hadi memakai baju kembali dan keluar menemui aku, Heri, Ari, Ganung dan Yan diruang tamu.

Tatang dan Joko segera membimbing Rofi yang kini masih telanjang keluar dari kamar mandi dan menuntunnya menuju ruang tamu menemui kami bertujuh. Tatang dan Joko kembali menggauli Rofi sambil disaksikan dengan jelas kami bertujuh diruang tamu. Tatang langsung mengangkat tubuh Rofi dan meletakkan di sisi sofa ruang tamu. Tatang memposisikan Rofi menungging dengan tangan berpegangan pada pundak Joko yang duduk di sofa, kemudian Tatang memasukkan penisnya dari belakang. Sementara Joko yang duduk menghadap Rofi menciumi wajah dan payudara Rofi bergantian.

Tak berapa lama kemudian, tubuh Rofi merosot ke bawah, kepalanya menangkup di selangkangan Joko dengan melakukan oral pada penisnya, sementara Tatang tetap menggoyangkan pinggulnya maju mundur dari belakang. Dan ketika telah selesai menyemburkan air maninya diatas pantat Rofi, Joko langsung membopong tubuh Rofi dan memangkunya. Rofi sekarang duduk di atas pangkuang Joko, dengan mudah batang penis Joko menyelusup ke dalam vagina Rofi. Rofi dengan sukarela menggoyangkan pinggulnya naik turun di atas pangkuan Joko dengan kedua belah tangan berpegangan pada pundak Joko. Tidak puas dengan posisi menghadap Joko kini Rofi diputar dengan penis Joko yang masih menancap dalam vaginanya dan sekarang posisi Rofi membelakangi Joko. Kembali Rofi bergerak naik turun dan bergoyang-goyang dipangkuan Joko. Melihat payudara Rofi yang bebas terguncang-guncang maka Ari, Heri, Santo, Hadi, Tatang dan Yan berebutan meremasi payudara Rofi dan ikut membantu merangsang klitoris Rofi yang jelas terlihat disaat penis Joko merangsek masuk dalam vaginanya dengan jari-jari mereka. Karuan saja Rofi meracau tidak karuan karena keenakkan dan sangat terangsang. Beberapa lama kemudian Joko membopong tubuh Rofi yang sudah keletihan itu dan meletakkannya di atas sofa ruang tamu sebelum kemudian menindihnya dan mulai menggerakkan kembali tubuhnya naik turun.

Tatang ketika melihat Joko sedang menggoyangkan tubuhnya di atas tubuh Rofi yang sekarang telungkup di atas sofa ia jadi kembali terbangkit nafsunya, maka ia pun kembali mengocok penisnya hingga menegang, dan ketika Joko selesai, tanpa basa basi Tatang pun segera naik di atas tubuh Rofi yang kini telah lemah lunglai. Rofi hanya pasrah saja tubuhnya dibolak-balik sesuka hati oleh Tatang sambil terus disetubuhi sampai pada akhirnya Tatang mencabut penisnya dari vagina Rofi dan menjejalkan ke mulut Rofi, bertepatan dengan memuntahkan air maninya ke dalam mulut Rofi. Air mani itu muncrat dan berlepotan ke seluruh wajah Rofi setelah sebagian tertelan. Baru sesudah Tatang menyelesaikan hajatnya, kelihatannya mereka cukup puas melampiaskan semua nafsu birahinya terhadap Rofi. Rama-ramai Ari, Heri, Hadi, Yan, Tatang dan Joko menggotong Rofi, masing-masing tangan dan kaki Rofi dipegangi dan diangkat menuju kamar mandi. Dan ramai-ramai dikamar mandi mereka berenam memandikan Rofi yang sudah terlihat sangat lelah. Tapi ternyata mereka belum selesai sampai disitu kini Rofi diposisikan menungging sambil menghadap tembok kamar mandi dan bergantian mereka berenam membenamkan batang penis masing-masing kedalam vagina Rofi tapi sekarang mereka lakukan dengan cepat dan saling bergantian menunggu giliran. Sampai Rofi tidakkuat lagi berdiri dan terduduk lemas dilantai kamar mandi. Baru setelah itu mereka meningglkan Rofi sendiri dikamar mandi.

Jam didinding kantor menunjukkan pukul 13.30, tidak terasa waktu jam pulang sudah terlewat lebih satu setengah jam karena kejadian itu. Setelah mengucapkan terima kasih, Santo, Yan, Tatang, Joko, Hadi dan Ganung meninggalkan kantor kami sambil membawa semua celana dalam dan bra Rofi. Sekarang tinggal kami berempat dikantor, aku saksikan Rofi terlihat sangat lelah setelah hari itu disetubuhi enam laki-laki. Supaya tidak terlalu letih aku suruh Rofi untuk beristirahat didalam ruang istirahat. Rofi menuruti perintahku karena memang kecapaian. Setelah merebahkan diri diatas kasur Rofi langsung tertidur. Sedangkan aku, Ari dan Heri menunggu sambil mengobrol diruang tunggu. Tidak terasa waktu menunjukkan pukul 16.00, sudah sore dan Rofi masih tertidur diruang istirahat dan masih mengenakan kaos serta rok tapi tanpa bra dan celana dalam. Tiba-tiba terdengar suara beberapa sepeda motor memasuki halaman parkir,aku lihat ada enam sepeda motor dengan masing-masing dua orang penunggang jadi ada dua belas orang dan semuanya laki-laki dan sebagian besar aku tidak mengenal mereka cuma beberapa yang pernah bertemu dengan aku tapi akutidak hafal nama mereka. Dua diantaranya adalah Tatang dan Yanyang tadi sudah kemari. Mereka langsung menemui Ari dan Heri dan sempat aku dengar pembicaraan mereka mengenai Rofi. Setelah mendapatkan kode dari Heri kedua belas orang tadi masuk menuju ruang istirahat mencari Rofi yang masih tertidur dan kebetulan saat itu posisi tidur Rofi terlentang dengan rok yang agak menyingkap padahal Rofi tidak memakai celana dalam. Dan dengan buasnya mereka mengangkat Rofi keluar. Dan ramai-ramai mereka kembali menelanjangi Rofi. Akhirnya malam minggu itu Rofi disetubuhi dua belas laki-laki secara bergantian yang sesekali diselingi dengan istirahat dengan salah satu mereka keluar untuk membeli makanan dan kembali lagi dengan membawa lima laki-laki, jadi total malam itu tubuh Rofi yang mungil menjadi santapan segar tujuh belas laki-laki. Yang aku ingat mereka baru selesai sekitar jam 5 pagi harinya, dan malam itu aku, Ari dan Heri tidak pulang kekost kami karena ikut menyaksikan pesta sex gila dikantorku.

Dua tahun sudah aku pindah kota dan pindah kerja, dari informasi yang masih aku dapatkan dari Ari dan Heri, pesta sex itu masih sering dilakukan dan kini makin banyak laki-laki yang menikmati tubuh Rofi dengan gratis tapi terkadang beberapa diantara mereka datang main kekantor sambil membawakan Rofi oleh-oleh dan mengenai Rofi yang bisa disetubuhi sudah sangat menyebar di kota itu. Rofi sempat berbicara dengan Ari dan Heri untuk keluar dan pindah dan kembali kekotanya, karena disanapun Rofi indekost didekat kantor. Entah bagaimana sekarang kelanjutannya aku belum mendapat kabar terbaru dari Ari dan Heri.

Tamat

Kekasihku

Aku seorang pemuda yang bercita-cita tinggi namaku paulus 24 tahun. Waktu itu aku masih kuliah di semester 2 ekonomi di sebuah perguruan tinggi swasta terkenal di kota ini. Aku tinggal di kota medan yang penuh dengan kesibukan orang yang bermacam-macam pekerjaan dari kerja kuli, pegawai, sampai pejabat pemerintahan. Aku tinggal di sebuah pondok yang hanya di tempati oleh seorang nenek dan cucunya yang manis, aku di situ mengontrak (kost) perbulan. Kisah ini aku angkat sekalian untuk mengenang kekasihku itu.

Awal kisah ini terjadi waktu aku jalan-jalan di sekitar tempat kostku. Aku berjalan tidak tentu arah karena masalah keuangan membuatku bingung untuk membayar uang kost. Karena aku masih mengharapkan kiriman uang dari orang tuaku yang tinggal di kota Palembang, kota tempatku di lahirkan. Aku terus berjalan tidak tentu arah, menundukkan kepala ke bawah sakin bingungnya hingga aku tidak melihat sekelilingku. Rasa bingung sempat tertunda sejenak karena rasa lelah berjalan seharian. Dan kisahku pun bermulai dari situ.

Karena rasa lelah, akupun mencari tempat duduk yang menurutku nyaman. “Hmm.. taman bunga,” gumamku dalam hati melihat taman bunga yang ada di seberang jalan kota. Singkat cerita, aku menemukan tempat duduk yang biasa ada di taman pada umumnya, menghela napas dan menikmati tiupan angin sambil menghilangkan rasa lelahku. Belum sempat rasa lelahku kabur, dan di saat rasa bingung itu mulai menghantuiku kembali, aku mendengar teriakan seorang wanita yang kecopetan. Bertambah lagi suatu rasa dalam hatiku waktu itu. Dengan rasa kaget dan bingug karena terus terang, aku tidak tahan mendengar suara teriakan, apalagi teriakan seorang wanita, karena aku biasanya hanya suka mendengar suara desahan dari seorang wanita.. hehe. Dengan rasa yang bergelimang itu, akupun mulai mencari dari mana suara itu datangnya. Dan benar, aku melihat seorang gadis kira-kira berumur 20 tahun sedang histeris karena kecopetan. “Hmm .. lumayan juga ni cewek,” sekilas terlintas di pikiranku. Sementara dia sendiri sedang panik sambil menunjuk seorang pria berlari menjauhi, yang pasti dia adalah pencopet itu. Ego kejantanan dan heroikku timbul, tanpa memikirkan lelah dan lain-lain, aku lari mengejar si pencopet. Lumayan lelah mengejar pencopet itu ditambah rasa lelahku tadi yang tidak sepenuhnya hilang, aku berhasil memojok kan si pencopet, itu juga karena dia sedang sial jalannya buntu terhalang tembok.

“Hehe.. pencopet baru dan ngga kenal lokasi ni orang,” pikirku dalam hati sambil mendekati.
“Ayoo.. mau lari kemana kau!?” gertakku membuat dia panik.
“Mau apa kau?” katanya balik bertanya.
“Ehh.. kembalikan itu dompet yang kau copet!” bentakku lagi.
Mungkin karena memang bandel, dia balik bertanya “Lah, kau siapa?” tidak kalah keras suaranya sambil mengucapkan kata-kata kotor.
“Hahaha..” aku tertawa sok jagoan.
“Kembalikan tidak dompet itu!” ancamku mulai tidak sabar.
“Enak aja kau bilang kembalikan,” katanya sambil mengeluarkan pisau dari balik bajunya.

Aku kaget dan aku mundur 2 langkah ke belakang, “Oic,” kataku tenang sambil senyum aku dan memperhatikan tingkahnya. Singkat cerita, kamipun terlibat duel. Dia menyerang dengan ganas, sedangkan aku berusaha terus menghindar untuk membuat dia lelah. Dengan bermodalkan ilmu silat yang aku pelajari waktu di kampung kelahiranku, akupun berhasil membuat si pencopet pingsan tak sadarkan diri. Aku mengambil dompet yang ada di kantongnya. Aku cari wanita tadi bermaksud mengembalikan dompetnya. Wanita itu senang karena dompetnya telah kembali. Dia ulurkan tangannya mengambil dompetnya yang di copet tadi, dan Dia tertegun menatap aku, aku jadi salah tingkah, dan Dia mengucapkan terimakasih. Dia membuka dompetnya dan mengambil uang Rp50.000 untuk diberikan kepadaku sebagai tanda terimakasih, aku menatapnya tidak berkedip sampai Dia heran.
“Maaf mbak, bukannya aku menolak pemberian mbak, tapi aku tidak bisa menerima karena aku tadi ihklas kok membantu,” kataku.
Dari sorotan matanya nampak Dia kecewa sekali karena kutolak pemberiannya. Kemudian Dia mengulurkan tangannya sambil memperkenalkan dirinya.
“Saya Wati..” dengan mengulurkan tangannya, lalu aku sambut uluran tangannya dan memperkenal kan diriku.

Dia memberikan kartu namanya kepadaku dan aku menerimanya.
“Bang.. ini kartu namaku kalau Abang ada perlu, ada apa-apa, kalau bisa aku bantu datanglah,” pintanya.
“Hmm.. iya,” kataku.
Tetapi tiba-tiba Dia memasukkan uang Rp 50.000 ke saku bajuku, aku terkejut.
“Mbak Wati..” aku gagap jadinya, mau bilang apa, tiba-tiba saja Dia pergi dan menuju sebuah mobil sedan.
Kalau tidak salah mobilnya Genio merah, karena aku melihat dari kejauhan saja dan Dia menjalankan mobilnya melaju, menghilang di tikungan jalan. Aku menarik napas panjang, “Hupp.. huhh..” suara napasku. Lalu aku melihat sekelilingku dan melihat orang-orang memperhatikan aku dengan heran, lalu aku melihat jam tanganku telah pukul 3 sore. Aku bergesan meninggalkan tempat itu sambil melihat kartu nama yang dia berikan kepadaku. Aku baca nama dan alamatnya dan aku ambil uang pemberiannya tadi.
Di dalam hatiku, “Hmm.. lumayan bisa bayar uang kost,” lalu aku pulang kembali ke tempat kostku.

Itu awal aku bertemu dengan dirinya. Pertemuan kedua terjadi di kampus, aku melihat Dia berjalan dengan temanya. Aku heran ternyata Dia satu kampus denganku. Selidik punya selidik aku mengetahui dari temanku bahwa Dia anak fakultas sastra, lalu kuberanikan diri untuk menjumpainya tapi ada rasa ragu dan bimbang. Karena sudah niat, aku terus berjalan menuju ruang fakultas sastra, sebelum sampai pintu aku terkejut, Dia keluar dari ruang itu dan aku terkejut mau mengelak tidak sempat lagi.
“Heii..” katanya.
“Heii juga,” balasku.
“Abang kok disini?” tanyanya.
Dan akupun tersenyum, “Iya..” jawabku singkat.
“Ngapain abang disini?”
Aku jawab, “Aku kuliah disini mbak.”
“Hah?” Dia heran.
“Jadi abang kuliah disini yah?”
Aku hanya bisa senyum saja melihat Dia heran.
“Abang di fakultas apa?”
“Aku di ekonomi.”
Lalu kami bercanda tentang kuliah dan Dia mengajak aku ke kantin untuk minum dan sekalian curhat. Setelah di kantin kami bicara tidak tentu arah dan Dia bilang, “Bang.. jangan panggil mbak..” pintanya.
“Kenapa?” kataku.
“Malukan.. aku kan belum tua,”
Aku hanya tersenyum saja. Dia tersenyum dan manis sekali.
“Panggil aja wati, bang, Oke..?”
Lalu aku jawab, “Oke.”
Disinilah awal butir-butir cinta bersemi. Kami saling bertemu dan selalu bercanda, tertawa gembira dan saling terbuka.

Suatu hari, Dia ungkapkan isi hatinya kepadaku bahwa Dia suka kepadaku, dan aku pun membalas cintanya juga. Hari demi hari kami lalui hingga pada hari libur kuliah. Kami jalan-jalan menggunakan Genio merahnya. Aku yang mengendarai mobilnya. Dalam perjalan, kami mesra, di sandarkan kepalanya di bahuku, aku belai rambutnya dengan tangan kiriku. Dia makin mesra dan Dia mencium bibirku. Aku balas ciuman bibirnya. Udara dingin yang keluar dai AC mobil terasa panas rasanya karena kami sudah HOT. Aku dekap kepalanya, aku remas dada yang terbungkus Bra, dan Dia menikmati remasan tanganku.

Kami sampai di puncak, yaitu di sebuah kawasan wisata terkenal di Medan, namanya Brastagi yang berhawa dingin dan sejuk. Karena kami sudah HOT, Dia berbisik ketelingaku, “Bang.. kita nginap aja yah?” pintanya.
“Di mana?” kataku heran.
“Di Hotel aja.”

Aku tidak tahu Hotel apa yang di maksudkan, aku hanya menurut saja. Dia yang membawa jalan.
“Terus aja Bang, nanti sampai di tikungan belok kanan Bang.” pintanya.
Aku lihat memang di sebelah kanan ada Hotel yang megah. Dia menyuruh belok. Maklumlah, aku baru dua kali ke daerah yang kami tuju. Waktu itu aku bersama temanku mendaki gunung yang namanya gunung Sibayak. Aku belokkan mobil, aku cari tempat parkir yang aman, kami turun dan masuk ke Hotel itu. Kalau tidak salah, Hotel itu namanya Hotel Sibayak karena jelas terpampang papan nama Hotel itu. Setelah kami masuk dan pesan kamar, kami diantar room-man. Karena bangkit lagi napsu yang tertunda itu, begitu masuk kamar, aku kunci pintu. Kudekap dan kupeluk Dia. Kami berciuman dan berguman di ranjang.

“Hemm.. ouuhh..” desisnya, dan aku buka perlahan-lahan baju serta BH-nya hingga polos.
Aku kulum dan kuremas buah dadanya yang lumayan gede dengan pucuk yang berwarna merah muda, terus aku kulum kiri dan kanan.
Dia berdesis seperti ular, “Uhh.. ahh.. ouuhh..”
Dari lehernya, aku jilatin, terus turun ke perut dan makin ke bawah perlahan-lahan. Aku buka celana jeans yang dia pakai hingga lepas dan aku lihat Dia memakai celana dalam berwarna putih. Perlahan-lahan, aku buka hingga terpampang di depanku sebuah bukit yang di tumbuhi hutan yang begitu lebat. Aku sibak hutan itu, kuciumi dan kujilat.
“Ouuhh.. ahh.. yahh.. ouugg..” desisnya.
Aku semakin nafsu dan aku buka baju serta celanaku sehingga kami sama-sama bugil.

Batang kejantananku yang sudah dari tadi tegang makin keras tegangnya ingin mencari sasaran. Dan kujilat lubang surganya dan kelentitnya yang timbul dengan tiba-tiba akibat napsunya makin memuncak.
“Ahh.. ouugg.. ahh.. yaahh..” desisnya terus.
Aku jilat terus kelentitnya.
“Bangg.. akuu.. gak.. tahann.. mauu..”
Dia mencapai klimaks, aku jilat terus. Terasa asin air yang keluar dari lubang surganya. Aku buka pahanya lebar-lebar dan perlahan-lahan aku bimbing batang kejantananku ke lubang surganya. Kuarahkan pas di lubang surganya, aku dorong perlahan-lahan.
Dia kesakitan, “Aduhh.. bangg sakit..”
Aku berhenti sejenak karena Dia kesakitan. Kuulangi lagi doronganku dengan perlahan dan pasti.

“Slupp..” sempit sekali lubang surganya hingga batang kejantananku tidak bisa masuk. Aku dorong kedua kalinya, “Slupp..” hanya ujung kepala batang kejantananku saja yang masuk. Aku dorong terus tapi kali ini lebih kuat.
“Slupp.. slupp.. bluss..plopp..” masuk batang kejantananku semua ke lubang surganya.
Aku melihat darah keluar dari lubang surganya. Ternyata Dia masih “virgin” (perawan).
Dia kesakitan, “Aduhh.. bangg.. sakitt.. bangg..”
Aku diamkan sejenak batang kejantananku di dalam lubang surganya dan aku kulum buah dadanya yang menjulang karena nafsunya. Aku maju-mundurkan lagi batang kejantananku perlahan-lahan aku mendengar Dia mengaduh lagi, “sakit bang.. pedih.. tapi enak bang..” gumannya.
Terus aku maju-mundurkan batang kejantananku.
“Auoo..ahh.. yahh.. aoouupp.. yaa.. terus bang.. enak bangg.. yahh..” Dia klimaks kedua kalinya.
Aku terus menyodok lubang surganya maju mundur.
“Ohyahh.. ouhh.. yahh..” desisnya.
Seperti ada yang meyedot batang kejantananku dari dalam lubang surganya. Aku makin cepat menyetubuhinya, hingga ada yang mengalir di dalam batang kejantananku sampai ke ujung batang kejantananku. Aku dorong terus.
“Yahh.. aouuhh.. yaa..” desisku, karena tiba-tiba alirannya semakin kuat naik ke kepala batang kejantananku, aku pacu terus.
“Yahh.. aouuhh.. yess.. ouugg.. yahh.. aku mauu..” tak sempat kulanjuti lagi kata-kataku, tiba-tiba, “Croott.. croott.. croott..” maniku keluar banyak, aku tembakkan di dalam lubang surganya.
Dia berdesis, “Ouhh.. yahh.. uugghh.. ouhh..,” ternyata Dia mau klimaks lagi.
Dan Dia pegang erat leherku, Dia mencengkram erat sekali sampai ada bekas kukunya di leherku.
“Yahh.. ouhh.. ya.. yaee.. yaa..” Dia klimaks lagi ketiga kalinya.

Kubiarkan batang kejantananku di dalam lubang surganya. Aku berbaring di atas tubuhnya sejenak. Karena kelelahan, kami istrahat sejenak. Aku kecup kening dan bibirnya dan aku balikkan badannya sehingga Dia ada di atas dadaku dan batang kejantananku tidak aku cabut dari lubang surganya. Kami tertidur karena lama kami bergelut, kira-kira 2 jam lamanya sampai jam 3 pagi. Aku terbangun dan tiba-tiba batang kejantananku bangkit kembali. Aku balikkan tubuhnya tepat di bawah aku. Aku sodok lagi lubang surganya. Dia terbangun dan aku sodok terus lubang surganya.
“Slupp.. slup.. slupp..”
Tidak lama, “Ouuhh.. yahh.. croott..croott..crott,” maniku keluar lagi, aku lemas dan tertidur di sebelahnya sapai pagi.

Aku terbangun pada jam 9 pagi. Aku bangunkan Dia dan kami mandi bersama. Kami melakukan lagi di kamar mandi sampai puas. Setelah itu kami bersiap-siapa untuk keluar dari hotel itu dan kami bayar uang sewa hotel.

Kami jalan-jalan di sekitar daerah kota Brastagi. Kami sampai di daerah yang belum pernah aku kesana, kalau tidak salah namanya Kaban jahe. Kami keliling-keling kota dan kami pulang ke Medan. Kami terus bermesraan, Dia merangkulkan tanganya di leherku, dia cium mesra bibirku sampai aku tidak bisa bernafas. Tiba-tiba di depan ada mobil yang berlawanan arah mau nabrak mobil kami. Aku banting setir ke kiri sehingga kami selamat dari maut. Setelah itu Dia tidak berani menciumi aku lagi karena takut. Kemudian kami berhenti di daerah yang kalau tidak salah namanya Penatapan. Orang-orang di daerah sana meyebutnya begitu karena banyak orang di sana melihat-lihat. Setelah kami puas melihat-lihat kami melanjutkan perjalan kembali ke Medan dan mobil kami terus meluncur mulus sampai di Medan.

Aku berhentikan mobil kami di depan tempat kostku. Aku membawa Dia masuk ke dalam dan aku perkenalkan kepada nenek serta cucu pemilik kost. Mereka menyambut dengan ramah. Aku membawa masuk ke kamar kost aku yang berukuran 3×4 luasnya. Aku kunci pintu kamar. Aku peluk Dia, kucium, dan kuremas dadanya yang menantang.
Dia membalas dengan desis suara nafsunya, “Aouuhh..ahh..,” kami bergumul selama 20 menit.
Kubuka semua pakainya, Dia juga membuka pakainku hingga kami sama-sama polos. Batang kejantananku yang sudah tegang dari tadi kuarahkan ke lubang surganya yang masih sempit, maklum karena baru hilang perawanya.
Aku arahkan batang kejantananku tepat di lubang surganya, “Slupp.. slerr.. slupp.. blees..” masuk sudah batang kejantananku. Aku sodok terus.
Dia berdesis lagi, “Aouhh.. yahh..”
Karena aku takut terdengar sama nenek dan cucu yang punya rumah, aku sumbat mulutnya pakai mulutku hingga Dia tidak bisa bersuara. Terus aku sodok lubang surganya, “Auohh.. ahh.. ahh.. Bangg.. aku mau keluar nih..”
Aku pacu terus sampai Dia klimaks, “Serr..” Dia kelimax terasa di kepala batang kejantananku. Aku masuki terus lubang surganya tampa henti sampai klimaks.
“Aouh.. yaa.. ouh..” suara desisan nafsuku.
Aku pacu terus batang kejantananku sampai, “Croott..croott..” Aku keluarkan maniku di dalam lubang surganya.
Kami sama-sama puas dan tertidur sejenak Kemudian aku berbenah diri, Dia juga. Aku antar Dia pulang kerumahnya dan aku kembali ke tempat kostku.

Hatiku gembira dan senang dapat kekasih yang selama ini aku dambakan. Hari-hari aku lalui hingga aku menamatkan kuliah ke meja hijau. Aku mendapat nilai ‘A’.

Aku dapat kabar bahwa kekasihku telah menikah dengan orang lain karena di paksa kawin oleh orang tuanya. Dia tidak memberi kabar kepadaku. Aku mendengar dari teman-temanku kalau Dia sangat malu padaku sehingga Dia tidak memberi kabar apapun padaku. Dia hanya memberikan sebuah bingkisan dalam kotak yang ternyata sebuah kenang-kenang. Sebuah jam yang indah berukir emas dan sapu tangan putih serta alamat Dia sekarang. Aku kecewa, tapi apa boleh buat, karena bukan jodoh. Aku memutuskan pulang ke kampung. Kini hanya tinggal kenangan yang kubawa. Oh.. kasihku betapa sedih hati ini, begitu tega engkau hingga tidak sempat memberikan kabar apa pun padaku. Biarlah cintamu aku pendam selamanya dan akan kukenang selamanya. Hanya Doa dan kata-kata saja yang dapat aku panjatkan kepadamu.

Tamat

Pertemuan Cinta di Kereta Api

Aku kebetulan ada tugas di Jakarta, berangkat tanggal 1 Februari 2001. Aku pergi ke sana naik kereta eksekutif. Ah enaknya udara AC di kereta, begitu duduk aku langsung ngantuk. Tapi tidak disangka di sampingku ternyata duduk seorang cewek yang bukan main cantiknya.
“Selamat siang Mbak?” kataku basa-basi.
“Siang Mas,” kata si cewek pendek.

Setelah meletakkan tas di rak atas kepala, aku pun duduk di samping si cantik itu. Biar lebih detail aku perinci penampilan si cewek ini. Wajah mirip Tia Ivanka dan bodinya mirip Nafa Urbach, putih hidung mancung, alis mata tebal (bukan buatan lho), bibir sensual, dagu indah, leher jenjang. Terus ukuran dadanya, aku belum kelihatan karena dia memakai blazer warna hitam.


Sambil menghabiskan waktu di perjalanan, kubaca majalah favoritku, Liga Italia. Emang sih aku ini termasuk maniak bola. Eh rupanya majalahku ini pembawa keberuntungan, karena si cewek cantik itu ternyata tertarik dengan bacaanku ini.
“Mas, seneng bola ya?” tanya si cantik.

“Iya Mbak, kok tanyanya gitu, apa Mbak juga seneng olahraga bola,” tanyaku juga.
Dan ternyata memang dia senang bola jadi kami ngobrol banyak tentang bola.
“Mas kerja apa di Jakarta?” tanya si cantik.
“Saya kerja di kantor pengacara,” kataku.
Pembicaraan kami semakin jauh dan dia menawarkan untuk janjian pergi hari Sabtu malam Minggu di Jakarta. Nah ini dia deh, aku langsung saja tangkap peluang untuk tahu lebih jauh tentang si cantik ini.

Malam itu ternyata kereta yang kunaiki baru sekitar jam 7:00 malam kurang tiba di Jakarta.
“Mas pulangnya naik apa, kalo nggak dijemput ikut saya aja,” kata si cantik itu.
“Saya belum tau deh naik apa, ya naik taksi aja kan banyak,” kataku.
“Udah ikut aja saya, nanti biar diantar supir saya,” desak si cantik lagi.
Akhirnya aku dari Gambir naik mobil si cantik. Setelah sampai di ujung gang aku minta turun di situ.
“Oke ya sampai ketemu, besok saya akan telepon kamu,” kataku pada si cantik.
“Malam Mas, sampai besok ya,” balasnya.

Paginya aku harus bangun pagi-pagi karena mau pergi ke kantor atasanku. Nah setelah selesai meeting di kantor, aku langsung telepon cewek cantik kemarin.
“Hallo, bisa bicara dengan Vivi,” kataku.
“Dari siapa ini,” tanya sebuah suara wanita.
“Ini dari Sony, teman Vivi dari Malang,” kata aku supaya si Vivi tidak lupa.
“Hi Mas, apa kabar, dan gimana acara kami malam ini,” jawab Vivi.
“Saya sih udah siap jemput kamu sekarang,” kataku.
“Ya langsung aja Mas kalau gitu.”

Aku langsung meluncur ke rumah Vivi. Gila benar, ternyata rumah si Vivi ini besar dan mobilnya selusin.
“Wah kamu malam ini beda sekali ya, kelihatan lebih sederhana tapi tetep wah..” kataku sambil jelalatan melihat badannya yang ternyata wah wah wah.
“Ah Mas Sony bisa saja, saya kan emang begini ini,” kata Vivi merendah.
“Gini-gini juga bikin pusing saya nih,” kataku menggoda.
Eh ternyata si cantik itu mencubit lenganku.
“Mas Sony juga paling bisa deh, kemarin katanya karyawan biasa, kok mobilnya Mercy yang baru.”
“Oh itu, itu mobil dinas kok?” kataku.
“Ah Mas ini bisa aja, masak mobil dinas Mercy baru sih..” katanya sambil mencubitku.

Malam itu kami ke restoran mewah. Selesai makan kami ke pub.
“Mas, kalo Vivi minum banyak, nggak pa-pa kan?” tanya si cantik.
“Untuk kesehatan sih jangan, tapi kalau sekali-sekali terserah kamu, masak saya melarang, nanti kamu bilang emangnya elu siapa.”
“Nggak maksudnya Mas Sony nggak pa-pa ngeliat Vivi minum banyak.”
“Oh itu sih oke, saya ini nggak banyak ngatur dan ‘possesive’ ke cewek, yang penting jangan reseh ya!” kataku ke Vivi sambil kupegang dan belai kepalanya.
“Kalo gitu kita minum aja Tequila,” teriak Vivi.
“Aduh ampun deh, kalo minum itu, nanti kalau saya juga teler siapa yang anter,” tanyaku.
“Ya kita nggak usah pulang, kita nginep aja di hotel sebelah.”
“Hah, kamu serius nih..”
“Iya bener, kenapa sih, kok kamu belum ngerti juga kalo saya dari kemarin di kereta udah memperhatikan kamu,” kata Vivi sambil menggalayut ke badanku.

Uh mati deh aku, disosor sama cewek cantik yang umurnya cukup jauh di bawahku.
“Ya kalo kamu bilang gitu saya ikut aja, tapi kamu nggak nyesel dan emang sadar kan ambil keputusan ini,” kataku sekali lagi untuk meyakinkan diriku sendiri.
“Yes darling, I’ve decided and never regret,” kata Vivi sambil memelukku dengan sebelah tangannya.

Dan malam itu aku minum mungkin sekitar 12 gelas kecil Tequila, dan Vivi menenggak tidak kurang dari 6 gelas. Kami berdua sudah mulai tinggi karena kebanyakan minum.
“Vi, pulang aja ya, mumpung saya masih bisa nyetir.”
“Iya deh pulang aja, biar bisa lamaan berduaan sama Mas Sony,” jawab Vivi manja.
Di mobil Vivi sudah tidak bisa menahan diri lagi.
“Mas, Vivi nggak tahan nih.”
“Kamu mau muntah ya,” tanyaku.
“Bukan.. bukan itu, tapi itu tuh, nggak tahan itu,” tangannya dengan jahil menunjuk-nujuk ke pangkal pahaku.
“Vivi buka ya,” katanya dan tanpa menunggu aba-aba, tangannya segera menggerayangi reitsleting celanaku dan mengeluarkan batang kemaluanku yang masih setengah tidur. Dengan perlahan tapi pasti, dilahapnya seluruh batanganku ke dalam mulutnya yang seksi. Dimainkannya ujung batangku dengan lidahnya. Aku merasakan batangku mengeras dan semakin mengeras.

“Vi, aduh gimana nih sekarang, kamu tanggung jawab lho,” kataku menggodanya.
“Ya udah deh cari aja hotel,” kata Vivi sambil terus mengocok batangku, dan dengan tangan satunya dia meremas-remas payudaranya sendiri.
Hotel pun pilihannya jatuh di Hotel ****(edited) Menteng Prapatan. Kami berdua naik ke kamar sudah agak sempoyongan tapi ditegak-tegakkan supaya kelihatannya sehat.

Setibanya di kamar Vivi menyempatkan menelepon ke adiknya.
“Vin, ini aku nginep di Hyatt ****(edited) kamar 900, bilangin bokap ya!”
Aku begitu datang dari kamar mandi mengenakan handuk saja, langsung ditubruk dan handuknya ditarik si cantik yang ganas itu. Sambil mencium dada, perut dan sekujur tubuhku, Vivi dengan tergesa-gesa melepas bajunya dan melemparkannya ke penjuru kamar. Begitu terlepas BH yang menutupi dadanya yang padat itu, terlihat payudaranya yang putih padat dengan putingnya yang terlihat kecil mencuat karena terangsang. Disambarnya batanganku yang sudah tegang karena melihat keganasan dan tubuh Vivi yang indah itu. Sambil menaik-turunkan mulutnya mengikutipanjangnya batangku, tangan kanan Vivi mengusap dan mempermainkan klitoris dan sekitar bulu kemaluannya sendiri, serta sesekali terdengar erangan dari mulutnya yang terus menghisap batangku.

Capek dengan kegiatannya, si cantik itu menjatuhkan badannya ke tempat tidur sambil mengangkat kedua kakinya ke atas. Tangan kirinya membelai rambut kemaluannya sendiri, dan tangan kanannya mempermainkan lipatan-lipatan kulit klitoris di kemaluannya. Aku melihat Vivi seperti itu, langsung ikut membelai bulu kemaluannya yang halus. Kujilat putingnya yang menonjol kecil tapi keras, kujelajahi perutnya yang kencang, kumainkan ujung lidahku di sekitar pusarnya. Dan terdengar erangan Vivi, “Egghh, uhh..” Langsung kuhujamkan ujung lidahku ke lubang kemaluannya yang sudah basah, dengan kedua jempolku, kudorong ke atas lipatan klitorisnya, kupermainkan ujung lidahku di sekitar klitoris itu, “Uuhh, egghh, ahh..” teriak Vivi.

Karena tidak tahan lagi, langsung saja kumasukan batang kemaluanku yang dari tadi sudah sangat keras. Dan ternyata basahnya kemaluan Vivi tidak mengakibatkan rasa licin sama sekali, karena lubangnya masih terasa sempit dan sulit ditembusnya. Begitu terasa seluruh batang kemaluanku masuk di dalam jepitan lubang kemaluan Vivi, perlahan-lahan kupompa keluar dan masuk lubangnikmat itu. Belum terlalu lama aku memompa kemaluan Vivi, tiba-tiba, “Aaahh, uugghh..” teriak Vivi, rupanya dia sudah orgasme. Aku mempercepat gerakan dan teriakan Vivi semakin menjadi-jadi, lalu kuhentikan tiba-tiba sambil menekan dan memasukkan batang kemaluanku sedalam-dalamnya kelubang kemaluannya.

“Oh.. Oh.. Oh.. that was so nice darling, let’s make another,” katanya.
Kubalikkan badannya telungkup ke tempat tidur, dan dari belakang kupompa lagi keluar masuk lubang kemaluannya yang ketat itu, kurebahkan badanku menempel ke punggung Vivi dan kugerakkan pinggulku secepatnya. “Uh.. uh.. uh.. uh.. aduh Mas enak sekali.. aahh..” teriak Vivi lagi karena orgasme yang kedua. Tapi kali ini aku tidak stop, karena aku juga sudah merasakan denyutan yang memuncak di sepanjang batangku. Dan dengan kecepatan penuh kupompa keluar masuk lubang kemaluan ketat itu. Diiringi erangan yang semakin menjadi-jadi dari Vivi, akhirnya aku juga mencapai klimaksnya. Paginya karena hari Minggu, aku tidak terlalu resah untuk bangun pagi. Apalagi aku sekarang sedang menginap di ****(edited) bersama Vivi. Waktu aku bangun kulihat jam di meja samping tempat tidur, eh baru jam 8:00 pagi. Kepala masih nyut-nyutan, dan kamar masih gelap sekali, tapi aku tetap bangun dan ke kamar mandi. Setelah sikat gigi dan “nyetor saham”, aku langsung ke tempat tidur lagi dan masuk ke balik selimut.

“Emm, Mas kok pagi-pagi sudah bangun sih. Uuhh.. tangan kamu tuh dingin, jangan nempel-nempel dong!” kata Vivi protes. Tapi tanpa menghiraukan protes Vivi, aku tetap menempelkan badanku ke badan Vivi yang juga telanjang bulat. Dari belakang kupeluk badannya yang padat berisi, dengan tangan kananku, kuraba buah dadanya yang menonjol. Aku memainkan jari-jariku di sekitar putingnya yang terasa menonjol kecil. Kurasakan badan Vivi menggeliat sedikit tapi kemudian diam kembali. Kulanjutkan lagi rabaanku ke daerah perut menuju rambut-rambut halus di sekitar kemaluannya. Perlahan-lahan kuusap-usap rambut-rambuit itu, dan di balik rambutnya kuraba dan mainkan klitoris Vivi. “Emm, ehh, Mas, uhh, Mas, ya itu di situ enak, terus ya,” kata Vivi tiba-tiba. Tanpa terasa, batangku mulai mengeras lagi. Tidak pikir lama-lama langsung kutempelkan pinggulku ke pantat Vivi. Terasa batang kemaluanku tepat di belahan pantat Vivi. Tanganku tetap kumainkan di daerah kemaluannya, dan aku bisa merasakan kemaluannya mulai basah. Segera kuarahkan ujung batangku ke lubang kemaluan Vivi. “Aghh..” erang Vivi saat ujung batangku agak dengan paksa menusuk ke liang kemaluannya. Kugenjot batang kemaluanku sampai akhirnya.. “Akhh..” erang Vivi rupanya dia sudah sampai.

Vivi melepas batang kemaluanku dari lubang kemaluannya, dan memintaku untuk tidur terlentang. Lalu dengan perlahan lagi, dia naik ke atas badanku dan mulai memasukkan batang kemaluanku yang tadinya sudah hampir mencapai puncaknya. Vivi menghadap ke arahku, sehingga terlihat wajahnyayang cantik serta buah dadanya yang menonjol besar. Pinggul Vivi meliuk-liuk menimbulkan rasa enak dan ngilu di sepanjang dan ujung batang kemaluanku yang terjepit erat di antara kemaluan Vivi. Kuraih buah dada Vivi dan kuremas-remas. “Ohh, yes, yes, yah terus Mas, oouhh enaknya, ya..” teriak Vivi sambil menggeleng-gelengkan kepalanya secara membabi buta. Rambutnya yang agak panjang terlihat menyabet ke kiri dan ke kanan. dan tak lama kemudian kami pun mencapai puncak secara bersamaan. Begitulah kisahku bersama Vivi, dan sejak saat itu aku sering melakukan percintaan yang melelahkan sekaligus menyenangkan bersama Vivi.

Tamat