Kekasihku

Aku seorang pemuda yang bercita-cita tinggi namaku paulus 24 tahun. Waktu itu aku masih kuliah di semester 2 ekonomi di sebuah perguruan tinggi swasta terkenal di kota ini. Aku tinggal di kota medan yang penuh dengan kesibukan orang yang bermacam-macam pekerjaan dari kerja kuli, pegawai, sampai pejabat pemerintahan. Aku tinggal di sebuah pondok yang hanya di tempati oleh seorang nenek dan cucunya yang manis, aku di situ mengontrak (kost) perbulan. Kisah ini aku angkat sekalian untuk mengenang kekasihku itu.

Awal kisah ini terjadi waktu aku jalan-jalan di sekitar tempat kostku. Aku berjalan tidak tentu arah karena masalah keuangan membuatku bingung untuk membayar uang kost. Karena aku masih mengharapkan kiriman uang dari orang tuaku yang tinggal di kota Palembang, kota tempatku di lahirkan. Aku terus berjalan tidak tentu arah, menundukkan kepala ke bawah sakin bingungnya hingga aku tidak melihat sekelilingku. Rasa bingung sempat tertunda sejenak karena rasa lelah berjalan seharian. Dan kisahku pun bermulai dari situ.

Karena rasa lelah, akupun mencari tempat duduk yang menurutku nyaman. “Hmm.. taman bunga,” gumamku dalam hati melihat taman bunga yang ada di seberang jalan kota. Singkat cerita, aku menemukan tempat duduk yang biasa ada di taman pada umumnya, menghela napas dan menikmati tiupan angin sambil menghilangkan rasa lelahku. Belum sempat rasa lelahku kabur, dan di saat rasa bingung itu mulai menghantuiku kembali, aku mendengar teriakan seorang wanita yang kecopetan. Bertambah lagi suatu rasa dalam hatiku waktu itu. Dengan rasa kaget dan bingug karena terus terang, aku tidak tahan mendengar suara teriakan, apalagi teriakan seorang wanita, karena aku biasanya hanya suka mendengar suara desahan dari seorang wanita.. hehe. Dengan rasa yang bergelimang itu, akupun mulai mencari dari mana suara itu datangnya. Dan benar, aku melihat seorang gadis kira-kira berumur 20 tahun sedang histeris karena kecopetan. “Hmm .. lumayan juga ni cewek,” sekilas terlintas di pikiranku. Sementara dia sendiri sedang panik sambil menunjuk seorang pria berlari menjauhi, yang pasti dia adalah pencopet itu. Ego kejantanan dan heroikku timbul, tanpa memikirkan lelah dan lain-lain, aku lari mengejar si pencopet. Lumayan lelah mengejar pencopet itu ditambah rasa lelahku tadi yang tidak sepenuhnya hilang, aku berhasil memojok kan si pencopet, itu juga karena dia sedang sial jalannya buntu terhalang tembok.

“Hehe.. pencopet baru dan ngga kenal lokasi ni orang,” pikirku dalam hati sambil mendekati.
“Ayoo.. mau lari kemana kau!?” gertakku membuat dia panik.
“Mau apa kau?” katanya balik bertanya.
“Ehh.. kembalikan itu dompet yang kau copet!” bentakku lagi.
Mungkin karena memang bandel, dia balik bertanya “Lah, kau siapa?” tidak kalah keras suaranya sambil mengucapkan kata-kata kotor.
“Hahaha..” aku tertawa sok jagoan.
“Kembalikan tidak dompet itu!” ancamku mulai tidak sabar.
“Enak aja kau bilang kembalikan,” katanya sambil mengeluarkan pisau dari balik bajunya.

Aku kaget dan aku mundur 2 langkah ke belakang, “Oic,” kataku tenang sambil senyum aku dan memperhatikan tingkahnya. Singkat cerita, kamipun terlibat duel. Dia menyerang dengan ganas, sedangkan aku berusaha terus menghindar untuk membuat dia lelah. Dengan bermodalkan ilmu silat yang aku pelajari waktu di kampung kelahiranku, akupun berhasil membuat si pencopet pingsan tak sadarkan diri. Aku mengambil dompet yang ada di kantongnya. Aku cari wanita tadi bermaksud mengembalikan dompetnya. Wanita itu senang karena dompetnya telah kembali. Dia ulurkan tangannya mengambil dompetnya yang di copet tadi, dan Dia tertegun menatap aku, aku jadi salah tingkah, dan Dia mengucapkan terimakasih. Dia membuka dompetnya dan mengambil uang Rp50.000 untuk diberikan kepadaku sebagai tanda terimakasih, aku menatapnya tidak berkedip sampai Dia heran.
“Maaf mbak, bukannya aku menolak pemberian mbak, tapi aku tidak bisa menerima karena aku tadi ihklas kok membantu,” kataku.
Dari sorotan matanya nampak Dia kecewa sekali karena kutolak pemberiannya. Kemudian Dia mengulurkan tangannya sambil memperkenalkan dirinya.
“Saya Wati..” dengan mengulurkan tangannya, lalu aku sambut uluran tangannya dan memperkenal kan diriku.

Dia memberikan kartu namanya kepadaku dan aku menerimanya.
“Bang.. ini kartu namaku kalau Abang ada perlu, ada apa-apa, kalau bisa aku bantu datanglah,” pintanya.
“Hmm.. iya,” kataku.
Tetapi tiba-tiba Dia memasukkan uang Rp 50.000 ke saku bajuku, aku terkejut.
“Mbak Wati..” aku gagap jadinya, mau bilang apa, tiba-tiba saja Dia pergi dan menuju sebuah mobil sedan.
Kalau tidak salah mobilnya Genio merah, karena aku melihat dari kejauhan saja dan Dia menjalankan mobilnya melaju, menghilang di tikungan jalan. Aku menarik napas panjang, “Hupp.. huhh..” suara napasku. Lalu aku melihat sekelilingku dan melihat orang-orang memperhatikan aku dengan heran, lalu aku melihat jam tanganku telah pukul 3 sore. Aku bergesan meninggalkan tempat itu sambil melihat kartu nama yang dia berikan kepadaku. Aku baca nama dan alamatnya dan aku ambil uang pemberiannya tadi.
Di dalam hatiku, “Hmm.. lumayan bisa bayar uang kost,” lalu aku pulang kembali ke tempat kostku.

Itu awal aku bertemu dengan dirinya. Pertemuan kedua terjadi di kampus, aku melihat Dia berjalan dengan temanya. Aku heran ternyata Dia satu kampus denganku. Selidik punya selidik aku mengetahui dari temanku bahwa Dia anak fakultas sastra, lalu kuberanikan diri untuk menjumpainya tapi ada rasa ragu dan bimbang. Karena sudah niat, aku terus berjalan menuju ruang fakultas sastra, sebelum sampai pintu aku terkejut, Dia keluar dari ruang itu dan aku terkejut mau mengelak tidak sempat lagi.
“Heii..” katanya.
“Heii juga,” balasku.
“Abang kok disini?” tanyanya.
Dan akupun tersenyum, “Iya..” jawabku singkat.
“Ngapain abang disini?”
Aku jawab, “Aku kuliah disini mbak.”
“Hah?” Dia heran.
“Jadi abang kuliah disini yah?”
Aku hanya bisa senyum saja melihat Dia heran.
“Abang di fakultas apa?”
“Aku di ekonomi.”
Lalu kami bercanda tentang kuliah dan Dia mengajak aku ke kantin untuk minum dan sekalian curhat. Setelah di kantin kami bicara tidak tentu arah dan Dia bilang, “Bang.. jangan panggil mbak..” pintanya.
“Kenapa?” kataku.
“Malukan.. aku kan belum tua,”
Aku hanya tersenyum saja. Dia tersenyum dan manis sekali.
“Panggil aja wati, bang, Oke..?”
Lalu aku jawab, “Oke.”
Disinilah awal butir-butir cinta bersemi. Kami saling bertemu dan selalu bercanda, tertawa gembira dan saling terbuka.

Suatu hari, Dia ungkapkan isi hatinya kepadaku bahwa Dia suka kepadaku, dan aku pun membalas cintanya juga. Hari demi hari kami lalui hingga pada hari libur kuliah. Kami jalan-jalan menggunakan Genio merahnya. Aku yang mengendarai mobilnya. Dalam perjalan, kami mesra, di sandarkan kepalanya di bahuku, aku belai rambutnya dengan tangan kiriku. Dia makin mesra dan Dia mencium bibirku. Aku balas ciuman bibirnya. Udara dingin yang keluar dai AC mobil terasa panas rasanya karena kami sudah HOT. Aku dekap kepalanya, aku remas dada yang terbungkus Bra, dan Dia menikmati remasan tanganku.

Kami sampai di puncak, yaitu di sebuah kawasan wisata terkenal di Medan, namanya Brastagi yang berhawa dingin dan sejuk. Karena kami sudah HOT, Dia berbisik ketelingaku, “Bang.. kita nginap aja yah?” pintanya.
“Di mana?” kataku heran.
“Di Hotel aja.”

Aku tidak tahu Hotel apa yang di maksudkan, aku hanya menurut saja. Dia yang membawa jalan.
“Terus aja Bang, nanti sampai di tikungan belok kanan Bang.” pintanya.
Aku lihat memang di sebelah kanan ada Hotel yang megah. Dia menyuruh belok. Maklumlah, aku baru dua kali ke daerah yang kami tuju. Waktu itu aku bersama temanku mendaki gunung yang namanya gunung Sibayak. Aku belokkan mobil, aku cari tempat parkir yang aman, kami turun dan masuk ke Hotel itu. Kalau tidak salah, Hotel itu namanya Hotel Sibayak karena jelas terpampang papan nama Hotel itu. Setelah kami masuk dan pesan kamar, kami diantar room-man. Karena bangkit lagi napsu yang tertunda itu, begitu masuk kamar, aku kunci pintu. Kudekap dan kupeluk Dia. Kami berciuman dan berguman di ranjang.

“Hemm.. ouuhh..” desisnya, dan aku buka perlahan-lahan baju serta BH-nya hingga polos.
Aku kulum dan kuremas buah dadanya yang lumayan gede dengan pucuk yang berwarna merah muda, terus aku kulum kiri dan kanan.
Dia berdesis seperti ular, “Uhh.. ahh.. ouuhh..”
Dari lehernya, aku jilatin, terus turun ke perut dan makin ke bawah perlahan-lahan. Aku buka celana jeans yang dia pakai hingga lepas dan aku lihat Dia memakai celana dalam berwarna putih. Perlahan-lahan, aku buka hingga terpampang di depanku sebuah bukit yang di tumbuhi hutan yang begitu lebat. Aku sibak hutan itu, kuciumi dan kujilat.
“Ouuhh.. ahh.. yahh.. ouugg..” desisnya.
Aku semakin nafsu dan aku buka baju serta celanaku sehingga kami sama-sama bugil.

Batang kejantananku yang sudah dari tadi tegang makin keras tegangnya ingin mencari sasaran. Dan kujilat lubang surganya dan kelentitnya yang timbul dengan tiba-tiba akibat napsunya makin memuncak.
“Ahh.. ouugg.. ahh.. yaahh..” desisnya terus.
Aku jilat terus kelentitnya.
“Bangg.. akuu.. gak.. tahann.. mauu..”
Dia mencapai klimaks, aku jilat terus. Terasa asin air yang keluar dari lubang surganya. Aku buka pahanya lebar-lebar dan perlahan-lahan aku bimbing batang kejantananku ke lubang surganya. Kuarahkan pas di lubang surganya, aku dorong perlahan-lahan.
Dia kesakitan, “Aduhh.. bangg sakit..”
Aku berhenti sejenak karena Dia kesakitan. Kuulangi lagi doronganku dengan perlahan dan pasti.

“Slupp..” sempit sekali lubang surganya hingga batang kejantananku tidak bisa masuk. Aku dorong kedua kalinya, “Slupp..” hanya ujung kepala batang kejantananku saja yang masuk. Aku dorong terus tapi kali ini lebih kuat.
“Slupp.. slupp.. bluss..plopp..” masuk batang kejantananku semua ke lubang surganya.
Aku melihat darah keluar dari lubang surganya. Ternyata Dia masih “virgin” (perawan).
Dia kesakitan, “Aduhh.. bangg.. sakitt.. bangg..”
Aku diamkan sejenak batang kejantananku di dalam lubang surganya dan aku kulum buah dadanya yang menjulang karena nafsunya. Aku maju-mundurkan lagi batang kejantananku perlahan-lahan aku mendengar Dia mengaduh lagi, “sakit bang.. pedih.. tapi enak bang..” gumannya.
Terus aku maju-mundurkan batang kejantananku.
“Auoo..ahh.. yahh.. aoouupp.. yaa.. terus bang.. enak bangg.. yahh..” Dia klimaks kedua kalinya.
Aku terus menyodok lubang surganya maju mundur.
“Ohyahh.. ouhh.. yahh..” desisnya.
Seperti ada yang meyedot batang kejantananku dari dalam lubang surganya. Aku makin cepat menyetubuhinya, hingga ada yang mengalir di dalam batang kejantananku sampai ke ujung batang kejantananku. Aku dorong terus.
“Yahh.. aouuhh.. yaa..” desisku, karena tiba-tiba alirannya semakin kuat naik ke kepala batang kejantananku, aku pacu terus.
“Yahh.. aouuhh.. yess.. ouugg.. yahh.. aku mauu..” tak sempat kulanjuti lagi kata-kataku, tiba-tiba, “Croott.. croott.. croott..” maniku keluar banyak, aku tembakkan di dalam lubang surganya.
Dia berdesis, “Ouhh.. yahh.. uugghh.. ouhh..,” ternyata Dia mau klimaks lagi.
Dan Dia pegang erat leherku, Dia mencengkram erat sekali sampai ada bekas kukunya di leherku.
“Yahh.. ouhh.. ya.. yaee.. yaa..” Dia klimaks lagi ketiga kalinya.

Kubiarkan batang kejantananku di dalam lubang surganya. Aku berbaring di atas tubuhnya sejenak. Karena kelelahan, kami istrahat sejenak. Aku kecup kening dan bibirnya dan aku balikkan badannya sehingga Dia ada di atas dadaku dan batang kejantananku tidak aku cabut dari lubang surganya. Kami tertidur karena lama kami bergelut, kira-kira 2 jam lamanya sampai jam 3 pagi. Aku terbangun dan tiba-tiba batang kejantananku bangkit kembali. Aku balikkan tubuhnya tepat di bawah aku. Aku sodok lagi lubang surganya. Dia terbangun dan aku sodok terus lubang surganya.
“Slupp.. slup.. slupp..”
Tidak lama, “Ouuhh.. yahh.. croott..croott..crott,” maniku keluar lagi, aku lemas dan tertidur di sebelahnya sapai pagi.

Aku terbangun pada jam 9 pagi. Aku bangunkan Dia dan kami mandi bersama. Kami melakukan lagi di kamar mandi sampai puas. Setelah itu kami bersiap-siapa untuk keluar dari hotel itu dan kami bayar uang sewa hotel.

Kami jalan-jalan di sekitar daerah kota Brastagi. Kami sampai di daerah yang belum pernah aku kesana, kalau tidak salah namanya Kaban jahe. Kami keliling-keling kota dan kami pulang ke Medan. Kami terus bermesraan, Dia merangkulkan tanganya di leherku, dia cium mesra bibirku sampai aku tidak bisa bernafas. Tiba-tiba di depan ada mobil yang berlawanan arah mau nabrak mobil kami. Aku banting setir ke kiri sehingga kami selamat dari maut. Setelah itu Dia tidak berani menciumi aku lagi karena takut. Kemudian kami berhenti di daerah yang kalau tidak salah namanya Penatapan. Orang-orang di daerah sana meyebutnya begitu karena banyak orang di sana melihat-lihat. Setelah kami puas melihat-lihat kami melanjutkan perjalan kembali ke Medan dan mobil kami terus meluncur mulus sampai di Medan.

Aku berhentikan mobil kami di depan tempat kostku. Aku membawa Dia masuk ke dalam dan aku perkenalkan kepada nenek serta cucu pemilik kost. Mereka menyambut dengan ramah. Aku membawa masuk ke kamar kost aku yang berukuran 3×4 luasnya. Aku kunci pintu kamar. Aku peluk Dia, kucium, dan kuremas dadanya yang menantang.
Dia membalas dengan desis suara nafsunya, “Aouuhh..ahh..,” kami bergumul selama 20 menit.
Kubuka semua pakainya, Dia juga membuka pakainku hingga kami sama-sama polos. Batang kejantananku yang sudah tegang dari tadi kuarahkan ke lubang surganya yang masih sempit, maklum karena baru hilang perawanya.
Aku arahkan batang kejantananku tepat di lubang surganya, “Slupp.. slerr.. slupp.. blees..” masuk sudah batang kejantananku. Aku sodok terus.
Dia berdesis lagi, “Aouhh.. yahh..”
Karena aku takut terdengar sama nenek dan cucu yang punya rumah, aku sumbat mulutnya pakai mulutku hingga Dia tidak bisa bersuara. Terus aku sodok lubang surganya, “Auohh.. ahh.. ahh.. Bangg.. aku mau keluar nih..”
Aku pacu terus sampai Dia klimaks, “Serr..” Dia kelimax terasa di kepala batang kejantananku. Aku masuki terus lubang surganya tampa henti sampai klimaks.
“Aouh.. yaa.. ouh..” suara desisan nafsuku.
Aku pacu terus batang kejantananku sampai, “Croott..croott..” Aku keluarkan maniku di dalam lubang surganya.
Kami sama-sama puas dan tertidur sejenak Kemudian aku berbenah diri, Dia juga. Aku antar Dia pulang kerumahnya dan aku kembali ke tempat kostku.

Hatiku gembira dan senang dapat kekasih yang selama ini aku dambakan. Hari-hari aku lalui hingga aku menamatkan kuliah ke meja hijau. Aku mendapat nilai ‘A’.

Aku dapat kabar bahwa kekasihku telah menikah dengan orang lain karena di paksa kawin oleh orang tuanya. Dia tidak memberi kabar kepadaku. Aku mendengar dari teman-temanku kalau Dia sangat malu padaku sehingga Dia tidak memberi kabar apapun padaku. Dia hanya memberikan sebuah bingkisan dalam kotak yang ternyata sebuah kenang-kenang. Sebuah jam yang indah berukir emas dan sapu tangan putih serta alamat Dia sekarang. Aku kecewa, tapi apa boleh buat, karena bukan jodoh. Aku memutuskan pulang ke kampung. Kini hanya tinggal kenangan yang kubawa. Oh.. kasihku betapa sedih hati ini, begitu tega engkau hingga tidak sempat memberikan kabar apa pun padaku. Biarlah cintamu aku pendam selamanya dan akan kukenang selamanya. Hanya Doa dan kata-kata saja yang dapat aku panjatkan kepadamu.

Tamat

0 komentar: